Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memprediksi puncak kasus COVID-19 Omicron baru BA.4 dan BA.5 bakal terjadi di Juli mendatang. Perkiraan tersebut sejalan dengan analisis ahli epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia.
Panel ahli Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait COVID-19 tersebut meyakini masa rawan Omicron baru BA.4 dan BA.5 berlangsung di sekitar akhir Juli hingga akhir Agustus 2022.
"Jadi sekali lagi prediksi puncak ya bisa akhir Juli, bisa Agustus, rawan sampai akhir Agustus, terutama di kelompok berisiko, makanya tiga dosis ini menjadi sangat penting," terang Dicky saat dihubungi detikcom Selasa (14/6/2022).
Kabar baiknya, berkat modal imunitas, kebanyakan warga yang terpapar umumnya tidak mengeluhkan gejala atau bergejala COVID-19 ringan. Meski begitu, vaksinasi booster dinilainya menjadi bekal penting untuk memerangi puncak kasus Omicron baru.
Hal itu dikarenakan imunitas masing-masing orang menurun seiring waktu. Namun, jangan diartikan virus Corona sudah melemah.
"Tahun ketiga ini kita akan sangat melihat tren gelombang itu berbeda. Dalam artian begini, berbedanya bukan berarti bahwa virus ini melemah tidak, tapi intinya situasinya banyak negara dunia termasuk Indonesia menurun keinginan dan juga upaya deteksi dini testing, tracing," kata Dicky.
"Karena situasi yang sudah jauh lebih melandai, termasuk modal imunitas di masyarakat yang juga sudah meningkat dengan dua dosis dan sekarang catatannya tiga dosis yang harus dikejar," sambung dia.
Dicky mengingatkan varian BA.4 dan BA.5 memiliki karakter cepat menular sehingga penularan sangat mungkin meluas di tengah kebijakan relaksasi yang dilakukan pemerintah. Prediksinya, di tengah tren testing menurun, pemerintah hanya mampu mengidentifikasi paling banyak lima ribu kasus di puncak COVID-19 Omicron Juli mendatang.
"Paling antara 1.000, atau paling 5.000 kasus baru, itu prediksi yang moderat. Karena juga meskipun kasus infeksi ditemukan aktif sekali, misalnya 10 atau 20 ribu bahkan 50 ribu sekalipun ya itu mayoritas ya nggak bergejala," bebernya.
"Mayoritas kalaupun bergejala ya ringan, dan dampak ke fasilitas kesehatan cenderung lebih kecil dibandingkan Delta, apalagi kematian, nah itu artiya skenario yang optimisnya," pungkas dia.(dth)