Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Rupiah terus tertekan, hingga pukul 12.05 WIB kurs dolar berada di rentang Rp 14.788-14.904.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menguatnya nilai tukar negeri Paman Sam dapat mempengaruhi ekonomi masyarakat Indonesia secara langsung. Dampaknya, inflasi mungkin akan terjadi dan menekan daya beli masyarakat.
Bhima menjelaskan penguatan dolar AS akan berpotensi mengerek kenaikan biaya produksi pada industri manufaktur, apalagi yang masih banyak menggunakan barang impor. Hasilnya, harga produk di tengah masyarakat akan meningkat.
"Pelemahan ini berdampak ke beberapa hal, pertama ada kenaikan biaya produksi industri manufaktur. Kenaikan biaya produksi ini, utamanya di manufaktur bergantung ke bahan baku impor akan diteruskan kepada konsumen akhir maka akan menciptakan tekanan inflasi lebih tinggi di dalam negeri," papar Bhima kepada detikcom, Senin (20/6/2022).
Kebutuhan pokok, seperti energi dan pangan pun akan meningkat. Apalagi Indonesia masih banyak melakukan impor pada kebutuhan energi dan pangan.
"Tentunya kenaikan harga kebutuhan pokok akan terjadi akibat nilai tukar melemah dan membuat masyarakat keluarkan lebih banyak uang untuk beli kebutuhan sehari-hari," papar Bhima.
Tapi, menurut Bhima yang paling terpukul adalah kelompok masyarakat miskin di dalam 40% kelompok pengeluaran paling bawah.
"Paling terpukul ini 40% kelompok pengeluaran paling bawah. Karena semakin rendah pengeluaran maka semakin rentan terhadap fluktuasi nilai tukar yang berimbas ke harga barang di pasar," ungkap Bhima.
Sepaham dengan Bhima, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga mengatakan menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah dapat mengerek angka inflasi di tengah masyarakat.
Katanya, bahan pangan, obat-obatan, pakaian, hingga barang elektronik berpotensi naik harganya. Hal itu terjadi karena barang-barang tersebut banyak diimpor dan membutuhkan mata uang dolar untuk transaksinya.
"Dampaknya memang akan semakin mengkatrol harga barang-barang yang kita impor. Baik barang jadi seperti bahan pangan, obat-obatan, pakaian, kendaraan, elektronika, dan lainnya. Maupun bahan baku bagi industri dalam negeri," ungkap Faisal kepada detikcom.
"Jadi pelemahan Rupiah ikut berkontribusi terhadap inflasi disamping kenaikan harga komoditas sendiri di pasar global," lanjutnya.(dtf)