Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sebanyak lebih dari 300 kader kesehatan Aisyiyah di Provinsi Sumatra Utara (Sumut) mengikuti pembekalan mengenai gizi anak dan keluarga. Edukasi gizi tersebut merupakan bagian dari program kemitraan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah dalam rangka mendukung percepatan penurunan stunting hingga 14% yang menjadi prioritas pemerintah di tahun 2024.
Sebagaimana diketahui, dalam data hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi balita stunted di Sumut mencapai 25,8%. Yang lebih memprihatinkan lagi, sebanyak 13 dari 33 kabupaten berstatus "merah", dimana persentase stunting masing-masing daerah di atas 30%. Kabupaten Langkat berada pada urutan ke-10 kabupaten/kota yang memiliki jumlah stunting tertinggi di Sumut, yaitu sebanyak 31,5%.
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, mengatakan, pemilihan Sumut sebagai sasaran edukasi bukan semata-mata berdasarkan data-data balita dengan stunting atau gizi buruk. "Mengacu pada SSGI 2021, Sumut berada pada urutan 17 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi. Namun dasar kami menentukan wilayah edukasi bukan hanya data-data tersebut, melainkan banyak faktor, diantaranya karakteristik wilayahnya, kesiapan wilayah dan kader serta beberapa pertimbangan lainnya," katanya, Senin (27/6/2022).
Arif mengatakan, pada dasarnya edukasi gizi seharusnya tidak hanya difokuskan pada wilayah-wilayah dengan angka stunted yang tinggi, namun harus merata di seluruh daerah Indonesia. "Edukasi gizi ini harus dilakukan secara menyeluruh. Seluruh kader dan penyuluh kesehatan masyarakat harus memiliki pengetahuan mengenai gizi keluarga, dilakukan secara terus menerus. Ini adalah cara yang efektif untuk memutus mata rantai gizi buruk di Indonesia," kata Arif.
Dalam kesempatan edukasi yang dilakukan YAICI bersama PW/PD Aisyiyah, juga diterima oleh Plt Bupati Langkat, Syah Afandin, di kediamannya, didampingi Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, dr. Juliana dan Kepala Dinas PPKB dan PPA, dr Sadikun Winato.
"Dengan masuknya edukasi dari Aisyiyah pusat ini, besar harapan kita dapat membantu program penurunan stunting yang sudah ada di Kabupaten Langkat. Karena itu dari kita juga harus bantu, Dinas Kesehatan dan PPKB bisa berkoordinasi, karena ini (penurunan stunting-red) memang harus dikerjakan bersama-sama," kata Syah Afandin.
Lebih lanjut, Syah Afandin juga menyoroti konsumsi kental manis yang menjadi salah satu pemicu persoalan gizi di masyarakat. "Nah itu, masih banyak yang minum susu kental manis ini. Walah, celaka kali ini. Tapi memang ini juga dipengaruhi ekonomi, jujur saja, susu kental ini kan murah," kata Syah Afandin.
Selain memberikan edukasi dalam bentuk Training of Trainer (ToT) untuk kader kesehatan Aisyiyah Wilayah Sumut, YAICI juga melakukan kunjungan rumah di beberapa wilayah di Kabupaten Langkat, diantaranya Paya Mabar, Pangkalan Brandan dan Besitang.
Ketua Bidang Advokasi YAICI, Yuli Supriati, mengatakan, kunjungan rumah dilakukan untuk menggali pola konsumsi keluarga dan pengetahuan masyarakat mengenai gizi anak. "Di masing-masing wilayah, kami berinteraksi dengan kader Posyandu dan juga ibu-ibu dengan balita. Dengan cara ini kita mendapatkan gambaran kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang mempengaruhi kecukupan gizi anak," katanya.
Selain pengumpulan data melalui metode observasi dan wawancara tersebut, YAICI bersama Aisyiyah juga melakukan penelitian dengan metode survey sehingga hasil temuan di suatu daerah menjadi lebih komprehensif. Dan yang menarik adalah, tambah Yuli, masing-masing wilayah ini memiliki karakteristik persoalannya sendiri.
Di Paya Mabar, paparnya, rata-rata balita tidak diimunisasi. Kalaupun ada yang imunisasi tapi tidak lengkap. Alasannya karena anaknya akan sakit setelah di imunisasi. Lalu rata-rata balita di sini juga tidak minum susu dengan alasan susu megakibatkan anak jadi mencret. Bahkan ada 1 balita yang sehari-hari hanya minum air putih di dalam botol dengan ditambahkan gula sekitar 1 sendok teh. Dalam sehari bisa 10-15 botol.
Yuli berharap, dengan adanya temuan dari kunjungan keluarga tersebut, dapat menjadi masukan bagi pemerintah setempat untuk memberi perhatian lebih terhadap persoalan ini. Berdasarkan pengamatan kami dan data pengukuran dari kader posyandu setempat, tinggi badan dan berat badan balita-balita ini tidak sesuai dengan umurnya. Artinya, ada indikasi permasalahan asupan gizi di sini," kata Yuli.