Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Lion Air Group buka-bukaan kondisi bisnis di tengah kenaikan harga avtur dan menguatnya indeks dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi itu membuat biaya perawatan pesawat menjadi lebih mahal.
"Komponen yang harus kita bayar atau material, sparepart, termasuk transportasi dan logistiknya itu sangat mahal sekali karena kita harus bayar dengan mata uang US$. Beberapa vendor atau penyedia material dan bahan untuk perawatan pesawat udara itu banyak yang tutup sehingga hukum pasar berlaku bahwa mereka menjual alat-alatnya menjadi lebih tinggi," kata President Director of Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi dalam RDP bersama Komisi V DPR RI, Selasa (28/6/2022).
Daniel berharap ada revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Pasalnya aturan itu disebut sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.
"PM 20 Tahun 2019 dikeluarkan pada saat sebelum pandemi COVID-19 sehingga banyak sekali revisi atau paling tidak review yang harus dilakukan, paling tidak cost operasional pesawat bisa kita reduce," tuturnya.
Daniel mencontohkan ada beberapa rute yang walaupun penumpang 100% penuh, pihaknya belum bisa mendapatkan untung. Hal itu dikarenakan adanya peningkatan lalu lintas udara sehingga jarak tempuh semakin lama.
"Cengkareng ke Tanjung Karang itu yang dulu bisa kita tempuh dalam waktu 35 menit, sekarang mungkin karena ada traffic ini bisa sampai 50 menit bahkan 1 jam. Kemudian ada rute Pontianak ke Putussibau itu juga harga tiketnya tidak bisa kita ambil sebagai referensi, kalau dengan kondisi 100% pun itu kita masih belum bisa mendapatkan profit, penuh pun belum bisa," bebernya.
Jika kondisi seperti ini terus dan tidak ada perubahan tarif batas atas (TBA) tiket, kata Daniel, bukan tidak mungkin jika maskapai menutup rute tersebut.
"Bali-Lombok juga sangat rawan karena dari sisi flight time sudah berubah sehingga ini pun kalau tidak bisa direview kembali maka kita tidak bisa, mungkin operator penerbangan lain juga tidak mau atau tidak sanggup untuk menjalankan karena dengan kondisi penumpang 100% penuh kita belum bisa ngambil profit dari situ," ujarnya.(dtf)