Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sekolah IT Al Washliyah Klambir Lima yang terdiri dari TK dan SD memiliki keunggulan robotik dan tahfizh. Padahal sekolah yang didirikan tahun 2018 ini, hanya mematok biaya SPP berkisar Rp 150.000 hingga Rp 250.000-an/bulan. Sementara biaya masuk di kisaran Rp 4 juta-an pada tahun pendidikan 2021-2022. Jauh di bawah rata-rata biaya masuk sekolah Islam swasta di Kota Medan yang berkisar Rp 6-14 juta, dengan SPP berkisar Rp 500.000 hingga Rp 2 juta/bulan.
Padahal, biaya masuk di sekolah ini sudah termasuk biaya selama setahun belajar dan telah disediakannya buku pelajaran berkualitas platinum, english (Cambridge), dua kali study tour dalam setahun, ekskul, dan bebas biaya apapun lagi selain SPP bulanan. Terlihat dari padatnya kegiatan yang seru di akun instagram sekolahitalwashliyah dan facebooknya Sdit Al Washliyah.
Ketua PC Al Washliyah Klambir Lima yang juga mantan Kepala MAN 2 Medan, H Irwansyah, mengatakan, Anak Usia Dini pada jenjang TK di sekolah ini sudah memiliki kemampuan tahfizh dan tahsin yang sangat baik. "Unggulan sekolah ini Tahfizh, Tahsin, English. Pada jenjang kelas 1, siswa dengan tenang menyelesaikan setengah juz sehingga pada kelas 2 & 3 siswa sudah menyelesaikan 1 juz pada juz 30 Alquran. Sementara pada kelas 4 SD sudah menyelesaikan 2 Juz pada juz 29 & 30. Ekskul robotik sudah dienyam oleh siswa berbakat robotik mulai kelas 3 SD," katanya, Selasa (28/6/2022).
Irwansyah mengatakan, ia sangat bersyukur dan merasa tidak salah pilih sekitar empat tahun lalu memilih Dinul Akbar Nasution dan Muhammad Riyadh sebagai pengurus sekolah ini sebagai Founder.
Dia mengatakan, sekolah ini mampu membuktikan tidak ada istilah "anak bodoh". Jauh sebelum diberlakukannya asesmen pada sistem pendidikan yang sedang anyar di Indonesia, sekolah ini sejak empat tahun lalu dalam tiap penerimaan siswa terbiasa menerapkan assassemen. Tidak ada pilah pilih siswa pintar atau tidak, namun tim pendidik pada sekolah ini mencatat berbagai kelebihan dan kekurangan siswa sebelum siswa memulai masa pembelajaran di sekolah untuk kemudian mampu menerapkan metode pembelajaran diferensiasi pada tiap siswa.
Setiap tahunnya, calon wali murid harus antri sejak setahun sebelum kelas dibuka agar tidak kehabisan kuota. Sekolah tidak mampu menerima banyak siswa dikarenakan hanya memiliki dua kelas pada tiap levelnya.
"Kita tidak peduli dengan segudang kelemahan di sektor fasilitas dan sarana. Tetapi yang terpenting adalah kita memiliki segudang potensi pendidik dan peserta didik yang siap berkontribusi untuk bangsa dan negara," kata Founder Sekolah IT Al Washliyah Klambir Lima, Dinul Akbar Nasution.
Dinul yang pernah menjabat sebagai Marcomm Manager di salah satu group mall terbesar di Indonesia dan pernah menjabat Multi Media Manager di City Media Group ini, tidak menampik bahwa sekolah yang di-inisiasinya ini kekurangan sarana prasarana yang sangat serius seperti area olahraga anak, tempat ibadah terlebih ruang kelas untuk menerima siswa tiap tahunnya.
Sekolah IT Al Washliyah, tambahnya, belum pernah mendapatkan bantuan khusus dari Pemerintah Provinsi Sumatra Utara (Pemprovsu) untuk pembangunan meski diakuinya sejak dua tahun lalu telah mengirimkan proposal bantuan pengadaan ruang kelas. Jika dibandingkan dengan sekolah dengan sistem pendidikan sejenisnya di Kota Medan, biaya sekolah ini sangat tidak masuk akal dengan kesungguhan dan kemampuannya mencerdaskan siswa.
"Wali murid di sekolah ini didorong untuk memiliki kesadaran tinggi menyekolahkan anak di tempat terbaik dan sangat penting bagi generasi bangsa, tidak memandang kita berada di pinggiran Kota Medan. Sebab yang terpenting adalah bagaimana anak bangsa yang datang dari desa bisa memimpin negara di masa mendatang," kata Kepala SD Al Washliyah, Muhammad Riyadh.
Riyadh sangat bersyukur dimana sekolah juga sangat terbantu dengan Dana BOS yang disalurkan Pemerintah, dimana 50% dari BOS itu untuk honor Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang berjumlah 30-an orang. Sementara sisanya mampu mengakomodir kebutuhan operasional sekolah tiap tahunnya.
Dia pun mengakui anggaran ini masih sangat kurang karena tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah ini ditargetkan harus memiliki penghasilan minimal setara PNS. Namun biaya sekolah harus tetap terjangkau masyarakat agar dapat membantu pemerintah dalam percepatan peningkatan taraf pendidikan anak dan kesejahteraan guru khususnya tanpa harus ikut-ikutan berjibaku mengejar P3K atau tes CPNS.
"Setidaknya semua sekolah di kota dan desa harus punya militansi yang sama seperti itu. Ini PR besar buat pengelola sekolah dan Pemerintah," katanya.