Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbidnisdaily.com-Dairi. Sejak Agustus 2019, Serly Siahaan, salah satu warga Dairi berjuang meminta keterbukaan informasi ke Komisi informasi Publik (KIP) terkait hadirnya perusahaan tambang PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Desa Longkotan, Kecamatan Silima Pungga - pungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Setelah dua tahun, tepatnya 20 Januari 2022, baru direspon oleh Komisi Informasi Publik (KIP). Putusan KIP mewajibkan Kementerian ESDM membuka salinan dokumen Kontrak Karya Hasil Renegosiasi Terbaru dan Salinan SK Kontrak Karya Nomor 272.K/30/D/DJB/2018 beserta dokumen pendukung milik PT DPM.
Namun, Kementerian ESDM melalui kuasa hukumnya justru mengajukan keberatan (banding) terhadap putusan KIP tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada pada tanggal 16 Februari 2022.
Sudah ada 6 kali sidang, dan akan diakhiri dengan putusan yang telah ditetapkan Majelis Hakim pada Selasa, 5 Juli 2022, secara Electronik- Court (E-Court).
"Saya mewakili warga Dairi agar majelis hakim di PTUN Jakarta dapat memberikan putusan yang adil, independen, objektif dan profesional karena ini menyangkut keselamatan ratusan ribu warga Dairi," kata Serly kepada wartawan.
Lebih lanjut disampaikan perempuan asal Kelurahan Parongil, Kecamatan Silima Pungga - Pungga ini, hadirnya investasi yang akan melakukan eksplorasi tambang seharusnya masyarakat Dairi wajib mengetahui kontrak karya beserta dokumen pendukung milik PT DPM.
"Kami meminta keterbukaan informasi dari pemerintah, atas kehadiran tambang di Kecamatan Silima Pungga - Pungga. Mereka hadir menambang, dan Kementrian ESDM mengeluarkan hasil izin operasi produksi, dan kami sebagai warga perlu mengetahui apa yang mereka lakukan," ujar Sherly.
Sampai sekarang, menurutnya, pihak Kementerian ESDM tidak pernah memberikan dokumen tersebut, hingga warga Dairi melaporkan ke KIP.
"KIP pusat menyatakan bahwa keterbukaan informasi agar hak warga Dairi diberikan bahwa kontrak karya itu hak publik dan kami perlu tau," sebutnya.
Selanjutan Menteria boru Situngkir warga Desa Bongkaras menceritakan, di desanya pernah terjadi kebocoran limbah saat PT DPM melakukan ekploitasi.
"Juga banjir bandang pada tahun 2018, dimana 6 orang dinyatakan meninggal dunia, dan 2 korban lainnya sampai saat ini jasadnya belum ditemukan," ucapnya.
Selain itu, keberadaan PT DPM itu turut merusak lingkungan dan mengambil persediaan air warga yang dikhawatirkan lama kelamaan dapat menutup sumber air bagi warga sekitar.
"Pada tahun 2012, terjadi bocor limbah. Jadi airnya itu tercemar, ikan banyak yang mati. Hasil pertanian pun banyak yang mati juga," terangnya.
Dirinya juga mengungkapkan, bahwa lokasi di desanya itu merupakan lokasi yang rawan gempa. Sehingga, warga sekitar khawatir jika terjadi gempa, maka nasib sial akan menimpa warga.
"Menurut kata BPBD, lokasi itu tidak bisa ditambang, karena rawan gempa. Selain itu, jika hujan, air akan mengalir deras. Sudah tidak ada yang bisa menampungnya. Jadi tolong lah. Tempat itu jangan ditambang lagi," pintanya.
Senada juga disampaikan, Gerson mengatakan, selain kerusakan lingkungan, PT DPM juga dinilai telah merusak keharmonisan warga setempat. Sejak hadirnya investasi tambang telah terjadi pro dan kontra di tengah-tengah warga.
"Sekarang sudah terjadi konflik horizontal, karena ada warga yang mendukung dan menolak tambang. Bahkan ibu dan anak terlibat keributan," ujarnya