Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Mata uang rupiah pada perdagangan hari ini menembus level 15.000/dolar Amerika Serikat (AS). Kinerja mata uang rupiah berada dalam tekanan selama perdagangan pekan ini. Pemicu pelemahan masih dikarenakan oleh rencana kebijakan suku bunga yang agresif oleh Bank Sentral AS atau The Fed.
"Namun, kita perlu mengantisipasi dampak pelemahan rupiah tersebut terhadap potensi kenaikan sejumlah harga kebutuhan masyarakat. Meskipun pada dasarnya sudah jauh hari sebelumnya harga kebutuhan masyarakat naik, yang dipicu oleh beberapa kombinasi sentimen buruk eksternal seperti kenaikan harga kebutuhan pangan dan energi hingga bahan baku," kata analis pasar keuangan, Gunawan Benjamin, Rabu (6/7/2022).
Gunawan mengatakan, saat rupiah melemah, hal tersebut juga berdampak pada semakin mahalnya barang kebutuhan impor. Bagi Indonesia impor memiliki peranan penting dalam pembangunan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Sejumlah bahan pangan impor seperti bawang putih, kedelai, gandum, memiliki peranan besar pada pemenuhan sejumlah kebutuhan hidup masyarakat.
Disisi lain barang barang modal, bahan baku, maupun sejumlah biaya input produksi berpeluang mengalami kenaikan. "Jadi tekanan inflasi di bulan Juli ini berpeluang untuk berlanjut sekalipun di bulan Juni inflasi sudah mencetak kenaikan angka yang signifikan. Sejauh ini belum ada indikasi bahwa Juli Indonesia akan mengalami deflasi. Khususnya setelah pemerintah menaikkan tarif dasar listrik masyarakat ekonomi kelas tertentu. Jadi potensi laju inflasinya masih sangat terasa sejauh ini," papar Gunawan.
Sejauh ini, tambahnya, secara nasional inflasi di bulan Juli 2022 masih berpeluang untuk naik dalam rentang 0,1% hingga 0,17%. Sementara itu, khusus untuk wilayah Sumatera Utara (Sumut), pertumbuhan ekonominya justru memiliki korelasi yang kuat dengan pertumbuhan impornya. Sehingga pelemahan rupiah yang menyentuh 15.000/dolar AS akan menekan pertumbuhan ekonomi di Sumut.
"Meskipun saya melihat Sumit akan tetap tumbuh di rentang 6,3% hingga 6,7% secara kuartalan di kuartal kedua tahun 2022 ini. Tetapi disisi lain pelemahan rupiah tidak akan banyak menolong perekonomian Sumut. Dikarenakan sejauh ini ekspor komoditas unggulan Sumut masih tersandera oleh serangkaian kebijakan pemerintah yang tengah mengendalikan harga minyak goreng di tanah air," kata Gunawan.
Karena itu, praktis Sumut akan kehilangan potensi pendapatannya yang seharusnya bisa dioptimalkan saat terjadi pelemahan rupiah. Pendapatan yang dimaksud adalah dari sisi ekspor. Mengingat saat rupiah melemah maka hitungannya harga barang ekspor Sumut menjadi lebih mahal. Terlebih saat ini harga CPO berada dalam tren turun mendekati RM4.000/ton. "Justru yang muncul saat ini adalah potensi kenaikan laju tekanan inflasi di Sumut akibat melemahnya mata uang rupiah," kata Gunawan.