Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Berbagai indikator ekonomi di Sumatera Utara (Sumut) terus menunjukkan perbaikan dan mengindikasikan perekonomian yang tetap tumbuh. Pulihnya ekonomi di Sumut tercermin pada meningkatnya mobilitas masyarakat yang dapat mendorong konsumsi. Peningkatan konsumsi masyarakat juga terkonfirmasi melalui peningkatan keyakinan konsumen dan indeks penjualan ril. Karena itu, Bank Indonesia (BI) tetap optimis ekonomi Sumut bisa tumbuh lebih tinggi dari tahun 2021 dengan kisaran 3,5-4,3%.
Hasil liaison BI juga mengkonfirmasi akan adanya peningkatan permintaan domestik dan juga ekspor di tengah kenaikan biaya bahan baku serta energi dampak krisis global yang terus berlanjut. Kinerja kredit perbankan juga terus meningkat disertai dengan tingkat risiko yang menurun. "Perkembangan tersebut semakin mengindikasikan aktivitas ekonomi yang terus membaik," kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, Ibrahim, pada Bincang Bareng Media (BBM) yang digelar secara hybrid, Selasa (26/7/2022).
Ibrahim mengatakan, kian pulihnya mobilitas dan membaiknya daya beli akan mendorong konsumsi masyarakat. Selain itu, tingginya harga komoditas utama, khususnya di semester II-2022, serta didukung berlanjutny program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumut tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Begitupun, tambah Ibrahim, perlu diwaspadai konflik geopolitik yang masih berlanjut dan berisiko memperpanjang krisis rantai pasok global serta potensi risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi global yang dapat berpengaruh terhadap permintaan. "Hal-hal ini perlu diwaspadai agar perekonomian tetap on the track dan bisa tumbuh sesuai target," kata Ibrahim.
Pemulihan ekonomi nasional dan Sumut, kata Ibrahim, memang terus berlanjut di tengah Potensi perlambatan perekonomian global dan diperkirakan tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, di tengah meningkatnya risiko stagflasi dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasokan sejalan dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang terus berlangsung serta meluasnya kebijakan proteksionisme, terutama pangan.
Berbagai negara, terutama Amerika Serikat (AS) merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi. Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, Cina, dan India, diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang disertai dengan peningkatan kekhawatiran resesi di AS.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi global pada 2022 diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 3,5% menjadi sebesar 2,9%. Sejalan dengan perkembangan tersebut, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dan mengakibatkan terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Namin perbaikan ekonomi domestik justru diperkirakan terus berlanjut, meskipun dampak perlambatan ekonomi global perlu tetap diwaspadai. Tapi perekonomian domestik akan terus melanjutkan perbaikan, ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi nonbangunan serta kinerja ekspor yang lebih tinggi dari proyeksi awal. Tentu kita berharap Sumut akan mampu merealisasikan pertumbuhan di level 3,5-4,3% di tahun ini," kata Ibrahim.