Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Odong-odong yang dipakai di jalan raya kerap mengalami kecelakaan fatal. Yang terbaru, mobil odong-odong tertabrak kereta di Serang, Banten, hingga menewaskan 9 orang.
Direktur Penegakan Hukum (Dirgakum) Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan menyebut, mobil odong-odong dilarang beredar di jalan raya. Soalnya, larangan ini menyangkut aspek keselamatan. Mobil odong-odong yang beredar di jalan raya juga melanggar undang-undang.
"Odong-odong mobil pada umumnya merupakan modifikasi dari kendaraan umum yang melanggar peraturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan," kata Aan dalam keterangan tertulisnya kepada detikcom.
Menurutnya, setiap kendaraan modifikasi harus dilakukan penelitian rancangan strukturnya dan rekayasa kendaraan bermotor. Adapun penelitian tersebut meliputi aspek Rancangan teknis; Susunan; Ukuran; Material; Kaca,pintu, engsel dan bumper; Sistem lampu dan alat pemantul cahaya; serta Tempat pemasangan tanda nomor kendaraan bermotor.
"Berdasarkan Aspek-aspek yang telah disebutkan di atas, agen tunggal pemegang merek dapat memberikan rekomendasi agar modifikasi dapat dilakukan. Sehingga hanya bengkel umum yang ditunjuk oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang industri yang berhak memodifikasi kendaraan," ujar Aan.
Lebih lanjut, dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan jalan Angkutan Jalan ditentukan bahwa setiap kendaraan yang sudah dimodifikasi sehingga terjadi perubahan tipe maka diwajibkan untuk melakukan uji tipe.
"Bagi kendaraan bermotor yang dimodifikasi wajib dilakukan uji tipe ulang karena dengan memodifikasi telah mengubah persyaratan konstruksi dan material. Kemudian, dalam hal telah dilakukan uji tipe ulang, maka wajib dilakukan registrasi dan identifikasi ulang terhadap kendaraan bermotor tersebut, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 50 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tantang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," lanjutnya.
"Ketentuan lain yang perlu diketahui, bahwa setiap kendaraan bermotor hasil modifikasi tidak boleh membahayakan keselamatan dalam berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak fasilitas jalan yang dilalui," sambungnya.
Artinya, masyarakat yang hendak melakukan modifikasi kendaraan, termasuk odong-odong, wajib memiliki izin atas modifikasinya. Jika modifikasi dilakukan tanpa memiliki izin, maka pihak yang melanggar dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara atau pidana denda.
"Dengan demikian, keberadaan odong-odong mobil sebenarnya telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu tindak pidana. Kejahatan lalu lintas pasal 277 dan tindak pidana pelanggaran lalu lintas pasal 285 ayat (2), dan pasal 286," ucap Aan.
Berdasarkan pernyataan Aan, menggunakan odong-odong di jalan bisa dikenakan sanksi sesuai Pasal 277, 285 ayat (2) dan 286 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Sanksinya berupa pidana penjara atau denda.
Dalam pasal 277 Undang-Undang no 22 tahun 2009 disebutkan, "Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000."
Selanjutnya pada Pasal 285 ayat 2 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 dinyatakan, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000
Lalu Pasal 286 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 berbunyi, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.(dto)