Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikenal dekat dengan relawannya sejak Pilgub DKI Jakarta 2012 dan berlanjut hingga Pilpres 2019. Tak bisa dikesampingkan soal powernya, Jokowi disarankan tak bawa-bawa relawan setianya untuk menjadi king maker pada Pilpres 2024.
Peneliti CSIS Edbert Gani Suryahudaya dalam diskusi Adu Perspektif kolaborasi detikcom dan Total Politik bertema 'Dilema Jokowi, Antara Politik Relawan dan Politik Partai' yang tayang di detikcom, Rabu (3/8/2022), melihat ada dua pilihan politik Jokowi di 2024 nanti. Dua pilihan politik menentukan Jokowi di mata publik sebagai negarawan atau tidak.
"Pertanyaannya harus kita sampaikan ke Pak Jokowi, dia mau menjadi seorang negarawan yang setelah periodenya berakhir sudah menjadi presiden 10 tahun misalnya, adalah menjadi orang yang selalu ditanya soal negara oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya, atau dia mau membangun kembali dinasti politiknya," kata Edbert.
"Bagi saya ini pilihan jalan politik percontohan ataupun legacy atau apapun namanya, yang harus kita simak bersama. Karena Pak Jokowi suka atau tidak suka dia ini adalah cerminan dari sistem politik yang mau kita evaluasi 20 tahun ini," imbuhya.
Di mata Edbert, tanpa disadari publik sedang melakukan uji coba demokrasi. Jokowi yang berlatarbelakang sipil dipilih masyarakat, pilihan mengakhiri jabatan giliran di tangan Jokowi.
"Bagi saya penting Pak Jokowi yang menang dengan dukungan masyarakat sipil dia menjadi kepala daerah dan sebagainya, menyelesaikan periode dia secara smooth dan menciptakan legacy agar kita melanjutkan kepemimpinan politik itu tanpa merusak bangunan-bangunan politik yang mau kita jalankan berikutnya," ujarnya.
Edbert kemudian menyinggung soal relawan setia Jokowi sejak Pilgub DKI Jakarta hingga Pilpres 2019. Antara relawan dan legacy politik, menurut Edbert, memiliki hubungan nantinya pada 2024. dtc