Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut ada 176 serupa Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang diduga menyelewengkan dana. Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKB, MF Nurhuda Yusro, menyebut kasus ACT seperti fenomena gunung es.
"Sejak awal, PKB katakan, kasus ACT seperti gunung es. Di mana kelihatan besar, namun sebetulnya ada begitu banyak yang tak terungkap," kata Nurhuda kepada wartawan, Kamis (4/8/2022).
Nurhuda mengatakan langkah Kemensos untuk menggandeng PPATK untuk mengawasi lembaga filantropi sudah tepat. Dia mengatakan Kemensos harusnya bukan sekadar memberi izin, tapi harus punya kewenangan melakukan pengecekan.
"Harus ada kerja sama dengan pihak lainnya. Kemitraan dengan PPATK menjadi bagian penting untuk dilakukan karena harus dicek, apakah Kemensos menjadi lembaga yang cukup pemberi izin tanpa punya kewenangan menyelidiki detail? Kalau mereka nggak punya kewenangan kan menjadi lambat," katanya.
Anggota Komisi VIII dari PKB lainnya, Luqman Hakim, mengatakan Kemensos harus memperketat perizinan lembaga filantropi. Dia berharap ada uji publik sebelum izin terbit.
"Perketat perizinan, dan lakukan uji publik sebelum izin terbit. Penting juga dibuat aturan, setidaknya dengan peraturan menteri, mengenai mekanisme akuntabilitas lembaga-lembaga pengumpul donasi rakyat," ucapnya.
Menurut Luqman, Kemensos bisa membuka profil lembaga filantropi yang akan diberikan izinnya. Masukan dari masyarakat menjadi dasar atas penerbitan izin tersebut.
"Dengan cara mengumumkan profil lembaga dan para pengurusnya kepada masyarakat, dalam rentan waktu tertentu, misalnya satu bulan untuk mendapat saran, masukan dan informasi baik dari masyarakat. Masukan dan respons akan menentukan apakah izin bisa diterbitkan atau tidak," katanya.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyerahkan dua dokumen kepada Mensos. Salah satu dokumennya terkait 176 lembaga serupa Yayasan ACT yang diduga menyelewengkan dana.
"Pada kasus yang terakhir dan seperti yang disebutkan Mensos, tadi ada 176 entitas lainnya yang diserahkan ke beliau untuk diperdalam selain kasus yang marak saat ini (ACT) ditangani teman-teman Bareskrim," kata Ivan kepada wartawan di gedung Kemensos, Jakarta, Kamis (4/8).
Ivan menyebutkan pihaknya sudah menyerahkan dokumen terkait kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) untuk mendalami kasus yang serupa. Dia menjelaskan ke-176 lembaga baru ini memiliki modus yang sama dengan ACT.
"Kami nyatakan, ACT ini bukan satu-satunya. Jadi kita masih menduga ada lembaga-lembaga lain yang memiliki kegiatan serupa, dan 176 tadi salah satu diantaranya yang kemungkinan (melakukan penyelewengan dana), kami sudah serahkan ke penegak hukum," jelas dia.
Kemensos Kerjasama dengan PPATK
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebut Kemensos dan PPATK akan bekerja sama membentuk satuan tugas (satgas) untuk mendalami terkait izin pengumpulan uang dan barang (PUB) lembaga yang bermasalah hingga kasus bantuan sosial (bansos).
"Nah dalam satu hari ini, akan dikeluarkan surat tugas untuk menjadi partner untuk PPATK, untuk bekerja sama," kata Risma.
Risma mengatakan Satgas ini bertujuan mendalami masalah seperti dugaan penyelewengan bansos maupun izin PUB. PPATK diharapkan dapat membantu menelusuri temuan Kemensos jika ada yang bermasalah.
"Ya, nanti kan mendalami itu, kami punya list data kan, perizinan misalkan, kemudian bansos misalkan. Nah bansos ini kan, ya mohon maaf ya, saya juga temukan gitu loh, nilainya itu diberikan itu misalkan Rp 200 ribu, seperti sembako itu, tapi ternyata nggak, kalau dihitung nilainya itu ndak sampai Rp 200 ribu," ujar Risma.
"Nah saya pengen mendalami, ini kan kemudian kembaliannya tidak diserahkan ke penerima. Nah ini ke mana, uang ini. Nah ke mana, dan itu pernah tak hitung di suatu daerah saja, itu satu bulan bisa sampai Rp 4 sampai Rp 6 miliar,' tuturnya.(dtc)