Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Tapsel. Dua kelompok warga di Tapanuli Selatan nyaris bentrok akibat salah paham berujung pembakaran pos jaga di area eks konsesi PT Panei Lika Sejahtera (PLS), di Dusun Mosa, Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapsel, Sumatra Utara pada Rabu (3/8/2022), akhirnya sepakat damai. Perdamaian kedua kelompok massa ini berlangsung di Kantor Camat Angkola Selatan dengan dimediasi unsur perwakilan Forkopimda Tapsel, Kamis (4/8/2022).
Wakapolres Tapsel Kompol Rahman Takdir Harahal bersama Kabag Ops Kompol Abdi Abdullah dan Asisten 1 Hamdan Zein Harahap ikut dalam proses perdamaian dua kelompok warga tersebut.
Hadir Kepala KPH X Dishut Pemprovsu, Kamalluzzaman Nasution; Kapolsek Batang Angkola, Danramil, Kaban Kesbangpol, Camat, Kepala Desa Gunung Baringin, Lurah Sigalangan, perwakilan warga kedua belah pihak.
Dalam pertemuan tersebut Ketua Parsadaa Rim Ni Tahi HMB Ahmad Kaslan Dalimunthe dan Muhammad Imron Dalimunthe mewakili Luhat Sigalangan mengatakan, selama ini mereka tidak ada masalah dengan warga Desa Gunung Baringin.
"Kami baik-baik saja dan membaur bersama kepala desa, para tokoh dan masyarakat Desa Gunung Baringin. Tetapi semalam tiba-tiba terjadi hal yang tidak diinginkan yang berujung pada pembakaran pos," katanya.
Dijelaskan bahwa keberadaan masyarakat hukum adat di sana berawal dari habisnya masa izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) PT PLS per 15 Februari 2022. Karena konsesi itu bagian dari tanah ulayat mereka, maka Parsadaan Rim Ni Tahi HMB menjaganya agar tidak dicaplok pihak lain.
Surat permohonan pengakuan masyarakat hukum adat sudah dimohonkan ke Bupati Tapsel. Persyaratan administrasi negara tentang pengelolaan hutan juga sudah diajukan. Bahkan telah ada putusan pengadilan tentang hak atas tanah ulayat tersebut. "Berdasarkan itulah Parsadaan Rim Ni Tahi HMB mendirikan papan pengumuman dan pos jaga di sana," katanya.
Dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa pemilik pos yang dibakar warga juga pos milik masyarakat hukum adat Parsadaan Rim Ni Tahi Haruaya Mardomu Bulung (HMB) dari Kelurahan Sigalangan, Kecamatan Batang Angkola. Sementara massa yang membakar adalah warga Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan.
Berkat kesiapan Pemkab Tapsel, Polres Tapsel, Kodim 0212/TS dan KPH X Dinas Kehutanan Pemprov Sumatera Utara, akhirnya kedua belah pihak berdamai.
Dari pertemuan itu diperoleh Informasi bahwa, Rabu (3/8/2022) sekelompok warga dari Dusun Mosa Desa Gunung Baringin merusak dan membakar pos jaga pintu masuk area eks konsesi PT PLS.
Pos itu didirikan masyarakat hukum adat Parsadaan Rim Ni Tahi HMB sejak bulan Juni kemarin. Tujuannya untuk menjaga 32.000 hektar yang mereka klaim sebagai tanah ulayat mereka yang 12.000 Ha di antaranya merupakan lahan eks konsesi PT PLS.
Sementara sekelompok warga Desa Gunung Baringin merasa eks PT PLS itu wilayah mereka. Mereka juga telah membentuk Kelompok Tani Hutan dan mengajukan permohonan pengelolaan sebagian lahan tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Kepala Desa Gunung Baringin, Iran Saleh Harahap mengaku tidak mengetahui persis kejadian itu. "Saya diberitahu Kepala Pos Polisi Aiptu Ahmad. Lalu datangi lokasi dan pos jaga sudah tinggal puing," katanya.
Baharuddin Rambe, warga Desa Gunung Baringin, menceritakan bahwa permasalahan ini berawal sepekan yang lalu. Dimana petugas KPH X Dishut Pemprovsu dilarang masuk ke lokasi oleh petugas pos jaga. Hal ini membuat warga yang membentuk Kelompok Tani Hutan resah. Mereka takut jika dihalangi masuk nantinya tidak bisa mematok dan mengukur lahan yang diajukan untuk program perhutanan sosial.
"Warga juga dilarang masuk, padahal mau mencari ikan dan kulit raru yang biasa dijadikan campuran minuman keras tradisional, tuak," kata Rambe.
Wakapolres Tapsel Kompol Rahman Takdir meminta persoalan yang terjadi di antara dua kelompok ini diakhiri. Apabila tidak ada kesepakatan, maka pihaknya akan memproses secara hukum dari laporan yang ada.
Dari penjelasan kedua pihak, Wakapolres menyimpulkan masalah ini timbul karena salah paham saja dan baiknya diakhiri dengan damai. "Jangan kita timbulkan persoalan baru yang hanya akan mengesampingkan masalah pokok tentang status lahan," katanya.
Sementara Kepala KPH X Dishut Sumut, Kamalluzzaman Nasution menyebut izin PT PLS telah berakhir tanggal 15 Februari 2022. Namun masih diperkenankan untuk mengajukan permohonan perpanjangan izin tersebut.
Dikatakan bahwa izin PT PLS sudah habis dan bukan dicabut. Artinya, perusahaan kayu itu masih memiliki kesempatan memperpanjang izin dan jika ditolak maka harus mengangkat semua asetnya dari lokasi.
Sementara itu Asisten 1 Pemkab Tapsel Hamdan Zein menjelaskan, tanah ulayat diakui oleh negara dan itu diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria. Dengan catatan hanya tanah yang berada di luar kawasan hutan.
"Jika itu di Area Penggunaan Lain (APL), maka langsung kelola saja tanpa harus izin Kementerian LHK. Namun apabila tanahnya di kawasan hutan, maka banyak izin yang harus dipenuhi," paparnya.
Kata Zein, terkait permohonan Parsadaan Rim Ni Tahi HMB ke Pemkab Tapsel tentang pengakuan masyarakat hukum adat, hal itu sudah dikonsolidasikan dan dikoordinasikan dengan Ditjen Pemdes Kementerian Dalam Negeri.
"Sesuai arahan, kami sudah menyurati Kemendagri melalui Direktorat Jendral Pemerintahan Desa. Saat ini masih berproses dan mari kita tunggu hasilnya," katanya.
Usai melalui perdebatan panjang, maka semua sama-sama mengakui lahan eks konsesi PT PLS itu masuk dalam kawasan hutan. Akhirnya kedua pihak yang bertikai sepakat untuk berdamai.
Ada enam poin kesepakatan yang disetujui pada proses perdamaian itu. Antara lain permohonan pengakuan hukum masyarakat adat belum bisa diterbitkan Pemkab Tapsel sebelum ada surat balasan dari Mendagri.
Permohonan tanah ulayat diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) bukan ke Pemkab Tapsel. Sebelum dilaksanakannya mekanisme perolehan hak atas kawasan hutan sesuai Undang Undang Kehutanan, maka perorangan, kelompok masyarakat dan badan hukum dilarang melakukan aktifitas di eks konsesi PT PLS
Sebelum ada penetapan status kepastian eks lahan PT PLS dari Kementerian LHK, maka tidak diperkenankan melakukan kegiatan apapun di lokasi. Seluruh pihak tidak diperkenankan melakukan tindak pelanggaran hukum.
KPH X Dinas Kehutanan Sumut bersama masyarakat Rim Ni Tahi Haruaya Mardomu Bulung dan Mosa Desa Gunung Baringin bertanggung jawab mengawasi lahan eks konsesi PT PLS sampai adanya izin dari Kementerian LHK.
BACA JUGA: Diduga Rebutan Lahan, Pos Jaga di Area Lahan Eks Konsesi PT PLS di Angkola Selatan Tapsel Dibakar