Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Langkat. Pangkalan Brandan, salah satu kota kecil yang terletak di pesisiran Sungai Babalan di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Wilayah yang identik dengan sebutan Pangkalan Brandan, yakni meliputi wilayah Kecamatan Babalan, Kecamatan Sei Lepan dan Kecamatan Brandan Barat.
Pangkalan Brandan memiliki sejarah yang heroik, karena pernah menjadi lautan api, dengan sebutan Brandan Bumi Hangus, seperti Bandung Lautan Api. Apa sebabnya ?
Penelusuran medanbisnisdaily.com, telah menggali dari banyak sumber di Pangkalan Brandan, termasuk kalangan pejuang kemerdekaan yang masih menjadi saksi sejarah terjadinya Brandan Bumi Hangus, karena adanya kilang minyak pertama di tanah air, yakni di Pangkalan Brandan, dengan produksi minyak tanah (crude oil) pertama di Indonesia, yakni di sumur Telaga Tunggal atau yang populer disebut sumur minyak tertua Telaga Said, dieksplorasi sejak zaman Hindia Belanda/VOC.
Brandan dibumihanguskan terjadi pada 76 tahun yang silam oleh laskar Indonesia, tepatnya 13 Agustus 1947, sebagai langkah tepat bagi laskar di Pangkalan Brandan untuk menghadapi agresi tentara Belanda dalam menguasai ladang dan kilang minyak di Pangkalan Brandan.
Sejarah mengungkapkan, pada tahun 1883, sumur minyak Telaga Said dibor dan memproduksi crude oil oleh Jhon Zieker (Belanda). Kemudian Belanda mendirikan perusahaan pertambangan minyak, dengan nama Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan pada 1885, dan disinilah kegiatan eksploitasi minyak pertama oleh Hindia Belanda di Indonesia dimulai. Produksi crude oil digunakan untuk kepentingan Belanda.
Di tahun 1892, kilang minyak Royal Dutch di Pangkalan Brandan mulai melakukan produksi massal sebagai sumber energi bagi perekonomian dan mesin perang bagi mereka yang terlibat konflik perang.
Nah, di tahun 1941, Belanda tidak berhasil menghadapi invasi serangan Jepang ke Indonesia. Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia tahun 1942. Semua sumber usaha Belanda dikuasai Jepang, untuk membantu perekenomian penjajah, salah satunya industri minyak Pangkalan Brandan, dengan perbaikan lapangan dan kilang minyak, menggunakan romusha dan pekerja yang dulunya telah bekerja di Pangkalan Brandan dalam membantu kepentingan militer Jepang. Hasilnya, peningkatan produksi pun terjadi dari 30 ton/hari menjadi 10.000 ton/hari.
Jepang berhasil memperbaiki infrastruktur kilang minyak Pangkalan Brandan dan membuat kecemburuan pihak Sekutu, yang disusul, Tentara Sekutu yang dimotori Amerika menjatuhkan bom Little Boy dan Fat Man di Kota Hiroshima dan Nagasaki
Jepang pun menyerah kepada Sekutu. Semua pekerja dan rakyat yang berada di sekitar Pangkalan Brandan ingin menduduki kilang minyak, namun Jepang tetap bertahan dan memberikan perlawanan.
Namun berkat kebersamaan rakyat dan laskar di Pangkalan Brandan mendapatkan dukungan dari Komite Nasional Indonesia Teluk Haru, yang merupakan Barisan Pemuda Indonesia.
Kilang minyak Brandan diubah namanya menjadi Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI), berubah lagi menjadi PERMINA (Pertambangan Minyak Nasional) yang kini menjadi PT Pertamina (PERSERO).
Terjadi Bumi Hangus
Di tahun 1947, pasukan Belanda melakukan penyerangan ke berbagai daerah di tanah air, yang daerahnya memiliki obyek vital. Sekitar Juli 1947 Belanda melakukan Agresi Militer ke berbagai wilayah di Indonesia untuk kembali menguasai Indonesia, terutama tambang minyak di Pangkalan Brandan dan di Cirebon.
Kalau itu, pimpinan Tentara Republik Indonesia (TRI) di Kabupaten Langkat berencana membumihanguskan seluruh instalasi industri perminyakan dan obyek vital lainnya.
Tepat 13 Agustus 1947, Laskar/TRI membakar seluruh instalasi dan fasilitas industri perminyakan di Pangkalan Brandan.
"Sejarah mencatat, Brandan Bumi Hangus diawali dengan invasi pasukan Sekutu bersama Belanda, atau Agresi Militer 21 Juli 1947 ke wilayah Sumatera Utara," sebut sejumlah tokoh pejuang di Pangkalan Brandan yang tidak bisa disebut namanya satu persatu.
Kala itu, ada Komando Batalion 4-2, dari tentara Sekutu mengerahkan pasukan infanteri didukung satu peleton Carrier, panser, dan satu detasemen binaan Poh An Tui melumpuhkan laskar pejuang di Kecamatan Stabat.
Tepatnya 5 Agustus 1947 tentara sekutu sudah memasuki Kecamatan Tanjungpura, namun pejuang/laskar Indonesia berhasil menahan tentara Sekutu di Kecamatan Gebang, dengan merobohkan Jembatan Titi Air Tawar, diputuskan dan dibakar, sehingga jembatan Air Tawar di Kelurahan Pekan Gebang disebut dengan "Jembatan Merah" tentara Sekutu tidak bisa lewat masuk Pangkalan Brandan.
Tetapi Belanda berupaya merebut tambang minyak di Pangkalan Brandan, sehingga Panglima Devisi X TRI yang berkedudukan di Aceh memerintahkan agar tambang minyak di Pangkalan Brandan dimusnahkan.
Dan sejarah mencatat, 8 Agustus 1947 Komando Sektor Barat/Utara (KSBO) mengetahui, bahwa tebtara Sekutu telah mempersiapkan serangan besar-besaran, guna merebut tambang minyak. Peristiwa itu berkaitan dengan Radio Hilversum Belanda di Jakarta telah menyiarkan berita propoganda, menyatakan, Pangkalanbrandan telah dikuasai Sekutu.
Tepatnya 11 Agustus 1947, Mayor Nazaruddin selaku Komandan Batalion Pengawal Kereta Api dan Tambang Minyak (TPKA dan TM) dan Plaastslijk Militer Comandant (PMC) bersama satu kompi dari batalion pimpinan Letnan Ahyar dan laskar rakyat gabungan pimpinan Ahib Lubis, mengeluarkan maklumat yang ditujukan kepada seluruh penduduk untuk meninggalkan Pangkalanbrandan paling lambat 12 Agustus 1947.
Kemudian jembatan diruas Jalinsum di Desa Securai diputuskan untuk menghambat lajunya tentara sekutu.
Saat itu, banyak rakyat mengungsi dan PMC di Brandan mempersiapkan mengurusi pengungsian untuk evakuasi dipimpin Patih Sutan Naposo Parlindungan.
Sekitar pukul 03.00 WIB di tanggal 13 Agustus 1947 kobaran apapun terjadi di Pangkalan Brandan, karena bumi hangus Brandan dimulai dengan membakar tanki-tanki besar berisi crude ail, pondasi penyulingan, dan gedung-gedung perusahaan tambang minyak.
Itulah sekelumit sejarah Brandan Bumi Hangus, yang setiap 13 Agustus diperingati setiap tahunnya, dengan menggelar napak tilas dan dokumenter, serta pertunjukan drama kolosal sekilas peristiwa pembumi hangusan Pangkalan Brandan di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.