Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Luciana br Siregar (50),mantan anggota DPRD Tapanuli Utara (Taput) yang didakwa melakukan penipuan Rp 972 juta berkedok proyek dituntut jaksa penuntut umum( JPU) Rahmi Syafrina agar dipidana 3 tahun penjara pada persidangan secara online di Ruanh Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (16/8/2022). JPU Rahmi Syafrina dalam nota tuntutannya menjerat terdakwa Luciana br Siregar melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Sebelum menuntut terdakwa, JPU Rahmi mempertimbangkan hal yang memberatkan bahwa terdakwa merugikan saksi korban dan tidak berupaya melakukan perdamaian. Sedangkan yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan.
Sebelumnya, terdakwa Luciana mengakui terus terang perbuatannya dan menyesal karena tidak bisa mengembalikan uang Limaret Sirait selaku saksi korban.
"Sebenarnya uang saya terima dari korban Limaret Sirait Rp 700 juta. Di antaranya Rp 300 juta untuk urusan proyek dan Rp 450 juta untuk operasional saat saya akan dilantik menjadi wakil rakyat," aku terdakwa Luciana
Menurut dia, proyek pembangunan
rumah korban erupsi Gunung Sinabung di Kecamatan Siosar, Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2019 lalu yang dijanjikan kepada saksi korban urung terlaksana karena
ada refocusing Covid-19.
Namun begitu, kata eks politisi itu, ia menawarkan proyek lain sebagai pengganti proyek terkendala. Tapi saksi korban Limaret Sirait menolaknya. Terdakwa mencoba membayar uang saksi korban dengan cara menyicil.
"Saya pernah mentransfer uang Rp 50 juta ke rekening saksi korban," ujarnya lagi.
Setelah itu terdakwa tidak punya uang lagi sampai perkara ini bergulir ke pengadilan.
"Saya dan saksi korban belum ada melakukan perdamaian. Saya menyesal buk hakim," ujar terdakwa Luciana yang dihadirkan secara virtual tersebut.
Sebelumnya, JPU Rahmi Syafrina dari Kejati Sumut dalam dakwaannya menjelaskan, perkara ini bermula Mei 2019 lalu, saat terdakwa Luciana mendapat tawaran pekerjaan dari rekannya di Kementerian PUPR terkait pekerjaan rumah khusus bagi para korban pengungsi Sinabung di Kecamatan Siosar Kabupaten Karo sebanyak 3 paket.
Untuk ketiga paket tersebut ada uang administrasi yang harus terdakwa bayar, yaitu sebesar Rp 150 juta, untuk setiap paket dan terdakwa sudah membayar dua paket. Namun, untuk kekurangannya terdakwa belum ada uang.
Karena kekurangan uang tersebut, terdakwa bercerita kepada saksi Amru T Siregar yang juga didengar oleh saksi Mangiring Tua Simbolon. Selanjutnya saksi Mangiring mengatakan, ada adik kelasnya yang mau ikut proyek pekerjaan.
Lalu, pada 14 September 2019 sekitar pukul 15.00 WIB, saat saksi Mangiring menghubungi saksi korban Limaret Parsaoran Sirait dan menyampaikan jika rekannya, yaitu terdakwa Luciana mendapatkan 3 paket pekerjaan pembangunan rumah khusus pengungsi Sinabung dari Kementrian PUPR.
Keesokan harinya, di Hotel Lexus Jalan Sisingamangaraja Medan, saksi Mangiring memperkenalkan Limaret, kepada terdakwa dan pada pertemuan tersebut, terdakwa menceritakan proyek tersebut. Terdakwa juga mengatakan, setiap paketnya terdakwa diminta untuk menyiapkan dana administrasi sebesar Rp 150 juta.
Saat itu, terdakwa meyakinkan Limaret untuk dua paket sudah terdakwa ambil dan terdakwa sudah menyerahkan uang administrasinya kepada rekannya di Kementrian PUPR, sedangkan 1 paket lagi terdakwa tawarkan kepada Limaret karena menurut terdakwa uangnya tidak cukup.
Tertarik dengan penjelasan terdakwa, selanjutnya Limaret menyetujui untuk ikut 1 paket, dan terdakwa meminta Limaret untuk menyiapkan uang administrasi sebesar Rp 150 juta. Keesokan harinya, di Hotel Lexus sekitar pukul 21.00 WIB, Limaret langsung menyerahkannya kepada terdakwa, dengan dibuatkan kuitansi tanda terima yang ditandatangani oleh terdakwa.
Beberapa hari kemudian, terdakwa kembali menawarkan 1 paket kepada saksi korban, karena mendapatkan kepastian dari terdakwa jika paket pekerjaan perumahan tersebut akan dikerjakan pada Oktober 2019.
Limaret kembali tertarik dan disuruh menyiapkan dana administrasi sebesar Rp150 juta, dan terdakwa juga meminta saksi korban mengirimnya uang operasional untuk pengurusannya ke Jakarta. Pada 24 September 2019, saksi korban mengirimi uang sebesar Rp 155 juta.
Bahwa selain pengiriman uang tersebut , terdakwa juga ada meminta sejumlah uang operasional lainnya sehingga total uang yang dikirim saksi korban kepada terdakwa adalah sejumlah Rp 972.500.000.
Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian setidak tidaknya sebesar Rp 972.500.000.
"Perbuatan terdakwa memenuhi rumusan dan diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHPidana,” pungkas jaksa.