Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Amerika Serikat (AS) dan Taiwan dikabarkan bakal memulai negosiasi perdagangan bilateral secara formal. Kabar ini datang beberapa minggu setelah kunjungan kontroversial Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
Kantor Perwakilan Dagang AS menyebutkan putaran pertama pembicaraan diharapkan dimulai pada awal musim gugur. Diskusi mereka akan mencakup pembicaraan tentang fasilitasi perdagangan, perdagangan digital dan standar anti-korupsi.
Inisiatif AS-Taiwan tentang Perdagangan Abad ke-21 pertama kali diluncurkan pada Juni, dengan kedua belah pihak sekarang mengatakan mereka telah mencapai konsensus tentang mandat negosiasi.
"Kami berencana untuk mengejar jadwal yang ambisius yang akan membantu membangun ekonomi abad ke-21 yang lebih adil, lebih sejahtera, dan tangguh," kata Deputi Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat Sarah Bianchi dikutip dari BBC, Jumat (19/8/2022).
Pengumuman itu muncul saat China melakukan latihan militer terbesarnya di sekitar Taiwan setelah kunjungan Pelosi pada awal Agustus. Di bawah 'Kebijakan Satu China', AS mengakui dan memiliki hubungan formal dengan China daripada Taiwan.
Namun, mereka hendak mempertahankan hubungan tidak resmi yang kuat dengan Taiwan, termasuk melanjutkan penjualan senjata ke pulau itu sehingga dapat mempertahankan diri.
Taiwan selama ini menjadi sebuah pulau yang memiliki pemerintahan sendiri. Mereka menilai dirinya berbeda dan tidak masuk ke dalam China daratan.
Namun, China menilai kawasan Taiwan harus disatukan. Mereka tak terima bila Taiwan bisa memiliki hubungan resmi dengan AS dan menganggapnya sebagai pemberontakan.
Secara terpisah pada hari Kamis, diplomat tinggi AS untuk Asia Timur Daniel Kritenbrink mengatakan pemaksaan klaim wilayah atas Taiwan yang dilakukan China dapat mengancam perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan.
"Kami akan terus mengambil langkah tenang, tetapi tegas untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas dalam menghadapi upaya berkelanjutan Beijing untuk melemahkannya dan untuk mendukung Taiwan sejalan dengan kebijakan lama kami," kata Kritenbrink.(dtf)