Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Bank Indonesia (BI) menaikkan besaran bunga acuannya sebanyak 25 basis poin menjadi 3,75%. Kebijakan tersebut diluar perkiraan dan tidak terpikirkan oleh banyak kalangan. Apalagi jika mengacu pada kebijakan yang telah lalu, dimana BI berani tidak menaikkan bunga acuan sekalipun rupiah saat itu berada di kisaran 15.000/dolar AS.
Saat ini, mata uang rupiah ditransaksikan di level 14.849/dolar AS. Bahkan dalam sebulan terakhir rupiah sempat ditransaksikan di kisaran level 14.600-an/dolar AS. Bahkan rupiah justru terlihat menguat sekalipun BI sudah menaikkan besaran bunga acuannya. Dan kalau ditarik ke belakang, sesaat sebelum kebijakan diambil, maka ada dua kemungkinan besar yang siap menghantam pasar.
Isu pertama adalah bahwa The Fed atau Bank Sentral AS akan tetap agresif menaikkan besaran bunga acuannya guna meredam laju tekanan inflasi di AS. Namun, untuk rencana kenaikan bunga acuan di AS ini sebenarnya jauh di bulan bulan yang lalu juga sudah diprediksikan. Bahkan saat itu rupiah berada dalam tekanan yang cukup besar.
"Nah yang kedua adalah adanya rencana kenaikan harga BBM subsidi di tanah air. Dan sejauh ini Presiden Jokowi seakan telah member 'kode' untuk menaikkan harga BBM subsidi tersebut. Salah satu kode yang dimaksud adalah, dengan memerintahkan bawahannya agar memperhitungkan dengan cermat dampak dari kenaikan harga BBM nantinya," kata pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Selasa (23/8/2022).
Gunawan mengatakan, rencana kenaikan harga BBM telah mengambil porsi yang lebih besar dalam proses penentuan besaran BI 7 Days Repo Rate pada hari ini. Menurutnya, BI sudah bertindak mendahului kurva, sinyalemen kuat kenaikan harga BBM sudah diantispasi, karena sudah pasti akan menyulut inflasi.
"Dan saya tidak melihat BI sepenuhnya mengikuti kebijakan Bank Sentral di negara lain, khususnya Bank Sentral AS. Selain itu, kinerja mata uang rupiah yang dalam sebulan terakhir di bawah level 15.000/dolar AS, juga tidak menunjukkan kinerja dolar AS menguat, yang dicerminkan dengan kinerja indeksnya benar-benar telah menekan rupiah," kata Gunawan.
Dia menambahkan, kinerja indeks dolar AS yang tidak menekan rupiah bisa terlihat dari kinerja mata uang negara lain. Terbukti kinerja mata uang Euro (Eropa) dan Poundsterling Inggris melemah tajam terhadap dolar AS. Namun tidak halnya dengan rupiah. Pelemahan rupiah justru lebih terlihat seiring dengan wacana kenaikan harga BBM itu sendiri. "Jadi saya menilai keputusan menaikkan bunga acuan pada hari ini bukan dipicu oleh sentimen eksternal, lebih dikarenakan ancaman inflasi akibat dari kenaikan harga BBM subsidi nantinya," kata Gunawan.