Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM akan mempengaruhi kinerja ekonomi kedepan, termasuk di Sumatra Utara (Sumut). Meski awalnya Bank Indonesia (BI) optimis ekonomi Sumut bisa tumbuh lebih tinggi dari target 3,5-4,3%, namun kenaikan harga BBM membuat ekspektasi pertumbuhan ekonomi ikut berubah. Diperkirakan, ekspektasi ekonomi Sumut hanya bisa tumbuh di level 4% di tahun ini.
"Pasalnya, kenaikan harga BBM ini akan berdampak pada daya beli masyarakat. Tentu harus ada upaya untuk mengatasinya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah pemutakhiran data penerima bantuan sosial," kata pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Minggu (4/9/2022).
Gunawan mengatakan, selain bakal mengoreksi pertumbuhan ekonomi, kenaikan BBM juga bakal mengerek inflasi. Pada tahun 2022, inflasi di Sumut berpeluang menyentuh angka 6,4% pada tahun 2022 ini. Adanya gap antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi mengindikasikan tekanan daya beli yang masih akan terjadi di masa yang akan datang. Sementara itu, potensi penurunan harga cabai di bulan September, tidak akan bisa menyumbang deflasi karena kenaikan harga BBM.
Gunawan mengatakan, dengan tren laju tekanan inflasi yang tinggi, ditambah dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang terancam stagflasi. Potensi penambahan jumlah masyarakat miskin berpeluang terjadi di Sumut. "Kenaikan harga BBM saat ini memang tidak akan lantas membuat jumlah angka kemiskinan di September mengalami kenaikan. Namun, nanti di bulan Maret 2023 data penambahan angka kemiskinan akan sangat terlihat," kata Gunawan.
Untuk bulan September tahun 2022 ini, presentase penduduk miskin di Sumut berpeluang naik dikisaran angka 8.l,53%, dari posisi Maret 2022 di level 8,42%. Dengan garis kemiskinan dibulan September 2022 yang bisa naik dikisaran angka Rp583.000/kapita dan di bulan Maret 2023 nanti tingkat kemiskinan di Sumut berpeluang menembus angka 9%.
Faktor pemicu peningkatan angka kemiskinan yang paling besar adalah laju tekanan inflasi. Salah satunya karena kenaikan harga beras, ditambah dengan nilai tukar petani yang berpeluang turun. Disisi lain, 40% rumah tangga yang termasuk dalam lapisan terbawah berpeluang untuk mengalami peningkatan pengeluaran. Dan bantuan sosial pemerintah setelah mulai September ke maret 2023 nanti diyakini akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Faktor penambah beban lainnya adalah nilai tukar petani dalam 4-6 bulan kedepan diperkirakan akan mengalami penurunan. "Hal ini dipicu tingginya inflasi ditambah dengan harga komoditas yang cenderung stagnan, ditambah dengan ancaman resesi global yang akan menekan harga komoditas unggulan Sumut kedepan," kata Gunawan.