Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Seharusnya talkshow dibuat di pelataran Borobudur. Tetapi, jadi di Museum Borobudur. Maklum, saya tak menyangka acaranya sebesar ini. Mobil panitia saja ratusan mondar-mandir. Tetapi, tampaknya mereka mengeluhkan kurangnya koordinasi. Acara sebesar itu memang butuh konsentrasi penuh. Panitia pasti sangat sibuk.
Beberapa kameramen tampak sibuk di depan kami. Mengambil foto, mengambil video. Katanya, hasilnya akan ditampilkan. Jika di televisi, pasti hanya cuplikan. Di Indonesiaana TV mungkin akan full. Di Youtube Kementerian, sudah pasti. Panitia juga mengambil foto kami tepat di belakang karya kami.
Berhenti satu di sebuah scene saat ada tulisannya: Hasil Karya SMA Negeri 1 Doloksanggul. Berhenti lagi di judul film itu. Saya ingin meminta foto tersebut. Tetapi, panitia berkata: tunggu, ya, Mas. Tentu saja saya tak mau mendesak mereka. Saya juga pengalaman sebagai orang lapangan. Fokus mereka pasti sangat buyar.
Artinya, pada saatnya nanti, mereka akan memberikan itu pada kami. Nah, mari masuk pada talkshow tersebut. Tentu saja materi saya sederhana. Ya, hanya membahas bahwa nun jauh di pelosok Sumatera Utara, ada sebuah daerah Humbang Hasundutan. Dulu, daerah ini fenomenal dalam jalur perdagangan rempah melalui Barus.
Saya berbicara seperti itu supaya Sumatera Utara dibaca tidak hanya dari Medan saja. Intinya, saya bercerita panjang lebar tentang tradisi Batak di Humbang Hasundutan. Ada tanya jawab dengan host. Namun, soal teknis, saya tak masuk lebih dalam. Saya percayakan hal itu pada Glenn Kevin Harun Sitorus.
Dia juga bercerita soal teknis. Mulai dengan agak gugup. Mulai lancar dan lancar. Akhirnya, terlihat mulai gugup lagi. Lalu, saya sambung. Saya paham situasi. Kebanyakan orang tidak akan gugup di depan orang banyak. Kebanyakan orang begitu memang. Tetapi, jika di depan banyak kamera, kegugupan acap terjadi.
Saya beberapa kali melihatnya. Ketika menjadi pengarah skrip dan sutradara pada dokumentasi Na I Hasagian oleh Kemendikbud dan Sitopaksada di Tarutung, anak didik saya dari Sanggar Maduma juga betul-betul gugup. Padahal, mereka sudah dilatih dan hafal naskah seminggu penuh. Tetapi, begitulah adanya.
Menghadapi banyak kamera memang punya rasa gugup tersendiri. Tetapi, lagi-lagi, pengalaman adalah inspirasi. Pengalaman adalah guru terbaik. Malah, pada banyak kasus yang saya alami, rasa sakit lebih memberi pelajaran daripada rasa senang. Rasa senang memberimu ingatan. Namun, rasa sakit memberimu banyak hal.
Ia beri padamu tidak hanya ingatan. Ia beri kenangan. Ia beri pundak dan kaki yang kuat. Ingat-ingatlah. Pada akhirnya, kita akan lebih terkesan pada rasa goblok atau rasa sakit. Sebab, rasa seperti ini yang membuat kita kuat. Seperti dalam menulis ini. Banyak orang berpikir, saya memperolehnya secara bakat alami.
Mereka tak tahu, lebih banyak penolakan yang saya terima daripada penerimaan. Misalnya, tahun 2009 saya sudah mengirim tulisan ke Kompas. Tiap tiga hari kirim satu. Artinya, dua setiap minggu. Namun, baru berhasil terbit pada 2012. Ulangi proses yang sama. Terkadang malah sekali sehari kirim artikel. Tapi, baru terbit lagi pada 2016.
BACA JUGA: SMAN 1 Doloksanggul dan Jembatan Baru Siswa Berpotensi
Proses yang sama diulangi untuk kemudian baru terbit pada 2019 dan 2020. Lalu, sejak akhir 2021, Kompas mulai konsisten memberi saya naik sekali sebulan. Maksudnya, seni menikmati rasa sakit dan penolakan itu lebih penting daripada merayakan pencapaian. Sebab, saya percaya, pundak yang kuat hanya lahir dari beban berat.
Leluhur kita punya rumusan yang sama: badai melahirkan pelaut yang tangguh. Artinya, jangan melihat keberhasilan seseorang sebagai anugerah. Lihat keberhasilannya sebagai seni untuk tetap bertahan meski dijejali banyak kegagalan. Orang Batak sesungguhnya banyak berhasil berkat ketangguhannya. Itulah anugerah orang Batak.
Baiklah, mari akhiri esai singkat ini. Kita telah membawa nama Humbang Hasundutan ke Borobudur. Kita telah mengenalkan kembali tradisi Marhontas. Kita juga telah membuat capaian level nasional untuk kategori sekolah dari SMA Negeri 1 Doloksanggul. Host sampai berkata: oh, ini karya anak SMA dari Humbang?
Seperti saya bilang, hasilnya jauh dari imajinasi saya. Namun, dari segi pencapaian, dan panitia juga berkata begitu, bahkan mentor lagi-lagi mengingatkan: ini pencapaian luar biasa dari Kabupaten Daerah 3T. "Video 5 menit biasanya dikerjakan puluhan orang. Oh, iya, mentor kami pernah kerja sama dengan Disney. Siapa yang tak tahu Disney hari ini?
====
Penulis Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Doloksanggul, Humbang Hasundutan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]