Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Korban jiwa dalam pertempuran antara pasukan Armenia dan Azerbaijan telah bertambah. Pemerintah Armenia mengatakan pada hari Jumat (16/9) bahwa setidaknya 135 tentaranya tewas dalam bentrokan perbatasan dengan Azerbaijan pekan ini.
Sementara Azerbaijan menyebut setidaknya 71 tentaranya telah tewas, sehingga jumlah korban keseluruhan menjadi lebih dari 200 tentara dalam pertempuran terburuk antara kedua musuh bebuyutan itu dalam dua tahun.
Kedua belah pihak saling menuduh sebagai pemicu bentrokan, yang meletus pada Selasa (13/9) lalu dan berakhir dengan mediasi internasional pada Kamis (15/9) malam waktu setempat.
Tetangga Kaukasus itu telah berperang dua kali - pada tahun 2020 dan pada 1990-an - atas wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan. Wilayah tersebut merupakan daerah kantong Azerbaijan yang berpenduduk Armenia.
"Untuk saat ini, jumlah korban tewas adalah 135," kata Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dalam rapat kabinet pada hari Jumat seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (16/9/2022).
"Sayangnya, itu bukan angka terakhir. Banyak juga yang terluka," imbuhnya.
Azerbaijan telah melaporkan 71 kematian di antara pasukannya.
Itu adalah pertempuran terburuk sejak kedua negara terlibat dalam perang enam minggu pada tahun 2020.
Dewan keamanan Armenia mengatakan kekerasan berakhir pada Kamis malam lalu "berkat mediasi internasional" setelah upaya sebelumnya oleh Moskow gagal untuk menengahi gencatan senjata.
Bentrokan itu juga memaksa ratusan warga sipil Armenia meninggalkan rumah mereka, kata ombudsman hak asasi manusia Armenia.
Pertempuran enam minggu pada tahun 2020 merenggut nyawa lebih dari 6.500 tentara dari kedua belah pihak. Pertempuran itu berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia.
Di bawah kesepakatan itu, Armenia menyerahkan sebagian besar wilayah yang telah dikuasainya selama beberapa dekade. Moskow pun mengerahkan sekitar 2.000 penjaga perdamaian Rusia untuk mengawasi gencatan senjata tersebut.
Diketahui bahwa separatis etnis Armenia di Nagorno-Karabakh memisahkan diri dari Azerbaijan ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1991. Konflik yang terjadi setelahnya dilaporkan merenggut sekitar 30.000 nyawa. (dtc)