Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Piutang pembiayaan yang telah disalurkan perusahaan pembiayaan di Sumatra Utara (Utara) hingga Juli 2022 mencapai Rp17,09 triliun atau meningkat 9,6% dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Secara keseluruhan, kinerja perusahaan pembiayaan di Sumut dalam kondisi stabil dan tetap tumbuh.
Sementara itu, tingkat piutang bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) tercatat sebesar 1,90%. Angka ini menunjukkan perbaikan dibandingkan Juli tahun lalu di bulan Juli 2021 yang tercatat sebesar 3%.
Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 5 Sumbagut, Untung Santoso, mengatakan, salah satu hal yang cukup mendapatkan perhatian dari masyarakat pada industri perusahaan pembiayaan adalah terkait penarikan kendaraan oleh debt collector Perusahaan Pembiayaan, terutama pada saat awal pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia.
"Untuk itu kami menyelenggarakan sosialisasi pada hari ini untuk menciptakan pemahaman yang komprehensif atas konsep jaminan fidusia yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan," katanya, pada Sosialisasi Jaminan Fidusia kepada perusahaan pembiayaan, aparat penegak hukum, konsumen dan masyarakat di Wilayah Sumut, Kamis (29/9/2022).
OJK sendiri, kata Untung, terus meningkatkan pemahaman terkait jaminan fidusia khususnya setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021. Sosialisasi Jaminan Fidusia diselenggarakan secara hybrid dengan lokasi kegiatan offline bertempat di Kota Medan dan secara online dilakukan melalui Zoom Meeting.
Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK, Yustianus Dapot, mengatakan, industri pembiayaan di Indonesia masih mampu bertahan selama pandemi dan kembali menunjukkan pertumbuhan positif pada pertengahan tahun 2022. Secara nasional, total piutang pembiayaan periode Juli 2022 mencapai Rp384,63 triliun atau tumbuh 7,12% dari Juli 2021 sebesar Rp359,06 triliun.
"Dari sisi rasio pembiayaan bermasalah atau NPF Netto masih relatif terkendali di angka 0,75% atau lebih baik dibandingkan Juli 2021 sebesar 1,23%," katanya.
Disisi lain, OJK cukup banyak menerima pengaduan terkait dengan penarikan kendaraan oleh Perusahaan Pembiayaan. Salah satu penyebabnya, adalah rendahnya pemahaman debitur akan isi perjanjian pembiayaan termasuk mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, terutama pasca terbitnya Putusan MK Nomor 18/PUUXVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021. Selain itu, permasalahan lainnya terkait dengan penagihan antara lain debt collector belum tersertifikasi, tidak memiliki dokumen pendukung seperti surat tugas dan copy sertifikat fidusia, serta adanya debt collector yang melakukan tindakan kekerasan.
Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021 pada pokoknya menyatakan adapun pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur. Sedangkan terhadap debitur yang telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh kreditur atau bahkan debitur itu sendiri.
"Pasca Putusan MK, diharapkan dapat memberikan pandangan yang sama antara debitur dan kreditur dalam memahami proses eksekusi jaminan fidusia," kata Yustianus Dapot.
Disisi lain, tambahnya, debitur diharapkan memiliki pemahaman yang baik akan isi perjanjian pembiayaan termasuk mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak termasuk kewajiban untuk melakukan pembayaran angsuran secara tepat waktu sesuai besaran dan tanggal yang telah disepakati dengan Perusahaan Pembiayaan.
"Perusahaan Pembiayaan juga agar dapat lebih transparan dalam menuangkan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian pembiayaan sesuai dengan klausula minimum yang harus ada di perjanjian pembiayaan, sehingga Debitur dapat dengan mudah memahami isi perjanjian," kata Yustianus Dapot.
Dia mengatakan, dalam melakukan penagihan perusahaan pembiayaan hendaknya memenuhi ketentuan yaitu debitur terbukti wanprestasi, debitur sudah diberikan surat peringatan, dan Perusahaan Pembiayaan memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.
"Selain itu, OJK juga memperkuat aspek regulasi baik di sisi pengawasan dan perlindungan konsumen sehingga permasalahan pada jaminan fidusia dapat diminimalisir, nasabah terlindungi, dan industri pembiayaan dapat tumbuh dengan mengedepankan praktik usaha yang sehat," kata Yustianus Dapot.