Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
TANGGAL 1 Oktober sepertinya bukan hanya akan diingat sebagai peringatan Hari Kesaktian Pancasila, akan tetapi mungkin juga akan tercatat di dalam lintasan sejarah bangsa sebagai hari berkabung nasional. Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban yang tidak sedikit telah menjadi catatan kelam sepakbola di tanah air.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi persnya menyatakan sekitar 125 korban jiwa meninggal dunia dan 323 orang luka-luka dalam tragedi ini. Pertandingan sepakbola yang mestinya menjadi sarana rekreasi batin dan olahraga sportif yang menyenangkan, seketika berubah membawa kedukaan yang mendalam, bukan hanya bagi keluarga dan kerabat korban, melainkan juga bagi seluruh rakyat Indonesia beserta pecinta sepakbola di berbagai penjuru dunia.
Ketika kabar mengejutkan ini merebak di berbagai media massa, ucapan belasungkawa pun mengalir dari berbagai tokoh dan organisasi. Pertandingan sepakbola antara Arema FC vs Persebaya yang sedianya berlangsung aman dan kondusif bagaimana mungkin bisa berujung bencana.
Para penggemar sepakbola di tanah air sudah mafhum bagaimana sengitnya persaingan kelompok suporter Arema FC yang bernama Aremania dengan Persebaya dengan Bonek-nya. Bertemunya dua kelompok suporter ini sering berujung bentrok akibat pembelaan berlebih terhadap klub yang mereka dukung.
Oleh karena itu, langkah antisipasi sebenarnya sudah dilakukan oleh panitia pelaksana dan aparat keamanan, dengan hanya menghadirkan suporter Arema FC di stadion Kanjuruhan Malang, dengan harapan peristiwa bentrok antara Aremania dan Bonek Persebaya tidak terjadi di laga 1 Oktober 2022. Publik berduka sekaligus bertanya-tanya, mengapa pertandingan sepakbola yang hanya dihadiri satu kelompok suporter saja bisa menyulut kerusuhan massa yang menghilangkan sekian banyak nyawa.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Kapolri, PSSI, dan seluruh pihak yang terkait, agar peristiwa ini diusut tuntas. Kapolri pun berjanji akan menindak lanjuti perintah Presiden ini secepat mungkin. Hilangnya nyawa para korban pada tragedi ini menegaskan bahwa peristiwa ini bukan sekedar peristiwa biasa. Ini adalah peristiwa tragis yang pelakunya bisa diancam pidana.
Di berbagai media massa, para ahli banyak menyampaikan analisa dan opini mereka mengapa peristiwa tragis ini bisa terjadi. Banyak pihak menyayangkan tindakan pengamanan yang dilakukan aparat yang berjaga pada saat pertandingan Arema vs Persebaya itu. Tindakan pengamanan yang dilakukan dengan menembakkan gas air mata ke tribun penonton dianggap berlebihan. Terbukti tindakan tersebut pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah, justru menimbulkan masalah yang jauh lebih besar.
Banyaknya massa yang terjebak saat berdesak-desakan di pintu keluar tribun menjadi salah satu penyebab utama korban berjatuhan saat laga telah usai. Ketika melihat berbagai video amatir yang tersebar di berbagai sosial media, kita seakan bisa merasakan kepanikan luar biasa yang dialami oleh para penonton laga tersebut. Bagi yang sudah pernah merasakan perihnya gas air mata pasti akan mengamini reaksi spontan yang dilakukan penonton yang berlomba-lomba menyelamatkan diri, menjauh dari asap gas air mata yang ditembakkan ke tengah-tengah kerumunan massa.
Gas air mata bukan hanya menyebabkan mata pedih dan menyesakkan dada, melainkan juga bisa membuat orang disorientasi akibat efek asap yang ditimbulkannya. Kondisi ini diperparah dengan tertutupnya pintu keluar tribun pada saat ribuan orang berdesak-desakan berebut keluar stadion hingga akhirnya mereka jatuh terinjak-injak dan meregang nyawa.
Penggunaan gas air mata untuk penanganan massa di stadion akhirnya dituding menjadi sebab utama terjadinya tragedi Kanjuruhan ini. Padahal di dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations, khususnya pasal 19 (Pitchside stewards) poin b telah dicantumkan pelarangan penggunaan senjata api dan atau senjata pengurai massa untuk menangani massa di stadion. Poin ini secara utuh juga telah diadopsi dan tercantum di dalam dokumen Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI 2021. Wajar banyak pihak yang menyesalkan mengapa aparat keamanan justru menggunakan gas air mata untuk penanganan massa usai pertandingan di Kanjuruhan ini.
Pihak keamanan pun telah menyampaikan klarifikasi mereka. apolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta dalam keterangannya telah menyampaikan, bahwa penggunaan gas air mata dilakukan untuk menangani massa yang mulai bertindak anarkis. Masuknya beberapa suporter ke tengah lapangan usai pertandingan disebut sebagai asal mula terjadinya kerusuhan. Karena sulit dikendalikan akhirnya aparat keamanan terpaksa menembakkan gas air mata ke arah kerumunan massa guna meredam aksi anarkis para suporter. Tak dinyana, aksi ini malah menyebabkan massa makin tak terkendali, yang berujung pada melayangnya ratusan nyawa secara sia-sia.
Tudingan juga diarahkan ke PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku penanggung jawab liga 1. Permintaan aparat keamanan dan klub Arema FC beberapa hari sebelumnya. Mengingat rivalitas dua tim dan diprediksi rawan ricuh, jadwal pertandingan diusulkan digelar pada sore hari bukan malam hari. Panitia pelaksana telah mengirim surat ke PT LIB pada 12 September 2022 yang kemudian dikuatkan dengan surat yang dikirimkan Polres Malang pada tanggal 18 September 2022 untuk memajukan jadwal pertandingan.
Sayangnya, pada 19 September 2022, PT LIB memberikan balasan untuk menolak atau tak menyetujui permintaan perubahan jam pertandingan. Sehingga pertandingan Arema FC vs Persebaya tetap digelar pada malam hari sesuai jadwal awal. Prediksi panitia lokal dan aparat keamanan terbukti benar, kericuhan akhirnya pecah dan tragedi ini pun terjadi.
Kini publik menaruh harapan agar proses investigasi atas tragedi ini dapat dilakukan secara profesional, transparan, dan tuntas, agar penyebab utama terjadinya peristiwa ini dapat diungkap secara terang-benderang. Publik juga berharap agar pihak-pihak yang terbukti melakukan kesalahan dapat diberikan sanksi tegas yang memberikan rasa adil kepada korban dan masyarakat luas.
Peristiwa pilu ini seharusnya tidak perlu terjadi andai pihak penyelenggara, aparat keamanan, serta para suporter paham atas posisi dan peran mereka masing-masing. Dokumen yang dikeluarkan FIFA serta Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI 2021 semestinya bisa dipahami oleh semua pihak serta menjadi acuan bersama agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Sepakbola haruslah menjadi tontonan yang menghibur dan menyenangkan, serta menjadi unsur perekat persatuan sesama anak bangsa. Cukuplah tragedi Kanjuruhan ini menjadi pelajaran berharga agar setiap tanggal 1 Oktober, dimana bendera merah putih seharusnya berkibar tinggi di angkasa, tidak (terpaksa) diturunkan menjadi setengah tiang saja.
====
Penulis pengamat kebijakan publik/ASN di Pemkab Deli Serdang.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]