Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Yogyakarta. Chairman of The Board & CEO Freeport-McMoRan Richard C. Adkerson mengatakan para pekerja yang bekerja di tambang Papua mayoritas adalah orang Indonesia. Ia mengungkapkan fakta inilah yang membuat Presiden Joko Widodo merasa senang.
Saat memberikan orasi ilmiah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (4/10), Richard menceritakan saat pertama kali datang ke tambang di Papua, pekerja yang ada di Freeport kebanyakan tidak ada orang Indonesia. Ia pun harus pergi ke Filipina untuk mencari pekerja tambang bawah tanah.
"Operasi (tambang) dulu dijalankan oleh orang asing, hanya ada sedikit orang Papua yang bekerja di Freeport," imbuh Richard dalam orasi ilmiah di UGM, Selasa (4/10/2022).
Meski begitu, saat ini para pekerja di Freeport pun sudah didominasi oleh orang Indonesia. Hal ini juga terlihat dari grafik pekerja Indonesia dan Papua yang meningkat dari tahun ke tahun.
Seperti di tahun 2005, tambang Freeport di Papua 19.805 pekerja dengan 14.568 di antaranya adalah orang Indonesia dan 4.734 di antaranya adalah orang Papua. Angka ini meningkat di tahun 2021 dengan 21.496 orang Indonesia dan 7056 orang asli Papua.
Dari data ini, Richard mengatakan Presiden Joko Widodo sangat senang ketika mendengarkan info ini saat pertama kali mendatangi smelter Freeport di Papua beberapa waktu yang lalu.
"Presiden Joko Widodo senang melihat ini, karena 98% pekerja kami adalah orang Indonesia. Dan lebih dari 40% adalah orang Papua. Bahkan kita punya 2 manajer Papua yang hadir saat ini. Jadi saya ingin kalian semua paham kalau PTFI ini adalah perusahaan milik Indonesia," tuturnya.
Petinggi dari Freeport memang didominasi oleh orang Indonesia dan Papua. Seperti posisi Presiden Direktur yang dipercayakan oleh Tony Wenas. Freeport juga mempercayakan 1 posisi direktur, 9 Senior dan Vice President, dan 57 manajer serta posisi senior dari Papua.
"Freeport juga berada di bawah hukum dari Indonesia, dan kita melakukan joint venture dengan perusahaan dari Amerika Serikat untuk memberikan teknologi," ungkapnya.
Sementara itu, Richard juga menuturkan tambang tembaga milik PTFI dulunya sempat diragukan. Bahkan saat pertama kali ditemukan, disebutkan jika tambang tembaga di Papua ini tidak bisa dikembangkan.
"Saat (tambangan tembaga) pertama kali ditemukan tahun 1936 oleh geologis asal Belanda yang melakukan ekspedisi ke Puncak Jaya, mereka bilang apa? Mereka bilang tambang ini harusnya ada di bulan karena nggak ada yang bisa mengembangkan," imbuhnya.
Walau begitu, kini tambang milik Freeport menjadi salah satu tambang terbesar di dunia. Bahkan cadangan yang dimiliki oleh tambang ini disebut-sebut bisa bertahan hingga tahun 2052.
Sebagai informasi, orasi Ilmiah dengan tema 'Transformasi Ekonomi Melalui Hilirisasi dengan Kearifan Lokal' ini berlangsung pada 4-7 Oktober di 6 kampus negeri Pulau Jawa-Papua. 6 kampus tersebut antara lain ITS, UGM, ITB, UI, Uncen, dan Unhas.
Orasi ilmiah ini diperkirakan dihadiri oleh ribuan mahasiswa di masing-masing kampus yang didatangi. Hadir juga Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas, jajaran Kementerian Investasi dan rektor masing-masing universitas.(dtf)