Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. SMAN 2 Depok sedang menjadi sorotan usai munculnya sebuah unggahan di media sosial. Dalam unggahan yang beredar, dinarasikan para siswa harus memakai tangga atau lorong sekolah untuk kegiatan Rohani Kristen.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim pun menyatakan keprihatinannya. Menurut Nadiem, pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif.
Hal ini seperti tertuang pada Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas.
"Satuan pendidikan harus merdeka dari diskriminasi. Sekolah sudah seharusnya menjadi ruang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua peserta didik untuk belajar dan mengembangkan diri, terlepas dari identitas yang melekat pada dirinya," ujar Nadiem dalam keterangan tertulis di laman Kemendikbud RI.
"Pemerintah daerah, dengan didukung oleh pemerintah pusat, wajib memastikan sekolah untuk memberikan proses pembelajaran yang tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa," lanjutnya.
Aturan tentang segala bentuk diskriminasi juga tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Peraturan tersebut mengatur definisi serta langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) yang terjadi di satuan pendidikan.
Kemendikbudristek sedang Lakukan Investigasi
Nadiem menjelaskan, kini Kemendikbudristek melalui Inspektorat Jenderal sedang melakukan investigasi kepada sekolah terkait.
"Saat ini Kemendikbudristek melalui Inspektorat Jenderal sedang melakukan investigasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengusut dan menangani kasus yang terjadi di SMAN 2 Depok," ujarnya.
Nadiem juga menegaskan terus mendorong upaya penghapusan tiga dosa besar pendidikan, yang meliputi intoleransi, perundungan, kekerasan seksual melalui kampanye penguatan karakter bertemakan Profil Pelajar Pancasila.
Lebih lanjut, Nadiem menegaskan kunci dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari segala bentuk diskriminasi dan intoleransi, serta jenis-jenis kekerasan yang lain adalah kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat.
"Semuanya harus terlibat dalam upaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman serta menjunjung tinggi nilai-nilai inklusivitas dan kebhinekaan," ujar Nadiem.
Pembina Rohani Kristen SMAN 2 Depok Harap Sekolah Bisa Lebih Siap
Pembina Rohani Kristen (Rohkris) SMAN 2 Depok, Mayesti Sitorus, mengaku sebagai pihak yang mengambil foto tersebut. Mayesti bercerita, ia mengirimkan foto tersebut ke grup alumni SMAN 2 Depok.
"Yang foto ya saya, dikirim di grup. Kita punya grup alumni, siswa-siswi alumni, angkatan 37, 36, 35," kata Mayesti dikutip dari detikNews.
Mayesti mengatakan, foto diambil saat siswa Rohani Kristen akan melakukan 'Saat Teduh', yang merupakan kegiatan doa pagi bagi siswa Kristen setiap Selasa hingga Jumat.
"Jadi waktu itu kita mau mengadakan 'Saat Teduh' pagi di sekolah. Setiap hari Selasa sampai hari Jumat karena Senin upacara. Nah, harapan saya ada saat-saat begitu kita punya ruangan," katanya.
"Kita kan maklumlah keadaan sekolah, nggak apa apa, tapi mana kita tempat? Terus OB bilang 'ibu di atas'. Pergilah kami ke atas langsung kami mulai kegiatan Saat Teduh," imbuh Mayesti.
Mayesti bertutur, alasan ia mengambil foto tersebut dengan harapan sekolah bisa mempersiapkan tempat bagi siswa melakukan kegiatan kerohanian. Kondisi ini agar kegiatan Rohani Kristen tidak mengganggu jam pelajaran siswa.
"Namanya hati nurani, karena sering walaupun jarang terjadi. Tapi saya maunya prepare, standby, itu harapan saya tetap ada (kelas), tapi nggak ada tempatnya. Kalau pakai MG (multiguna) makan waktu, jam 07.00 WIB anak-anak sudah mulai belajar kan. Antisipasinya nanti anak-anak dimarahin sama gurunya 'kenapa terlambat?', mungkin guru nggak tahu peristiwa apa yang terjadi pada saat itu," tutur dia.
Klarifikasi Kepala Sekolah SMAN 2 Depok
Kepala SMAN 2 Depok, Wawan Ridwan, membantah telah melakukan diskriminasi siswa Rohani Kristen di sekolahnya. Wawan menegaskan tidak ada praktik diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu di SMAN 2 Depok.
"Tidak ada praktik diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu di SMAN 2 Depok," kata Wawan kepada detikNews, Jumat (7/10/2022).
Wawan mengatakan seluruh aktivitas keagamaan di SMAN 2 Depok sudah terfasilitasi dengan baik. Menurutnya, tidak ada larangan untuk mengadakan kegiatan agama di SMAN 2 Depok.
"Seluruh aktivitas kegiatan keagamaan di SMAN 2 Depok sudah terfasilitasi dengan baik oleh sekolah. Tidak ada larangan apa pun untuk mengadakan kegiatan agama di SMAN 2 Depok," ungkapnya.
Wawan pun menepis jika siswanya tidak diberi ruangan. Dia mengatakan, dalam foto yang beredar para siswa tengah menunggu pintu ruang pertemuan dibuka oleh petugas kebersihan. Sebab, lanjutnya, saat itu menyebut petugas kebersihan terlambat untuk membuka pintu ruangan, sementara siswa Rohani Kristen sudah datang.
"Jadi ketika mereka menunggu di lorong ruang pertemuan. Jadi foto yang beredar di media bahwa seakan-akan murid sedang duduk di selasar atau pelataran atau lorong karena tidak diberi ruangan untuk kegiatan, sebetulnya tidak sesuai dengan yang diberitakan," ujarnya.(dte)