Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Joni Hermana mewanti-wanti limbah baterai mobil listrik di Indonesia. Jangan sampai Indonesia dibikin heran jika ekosistemnya, termasuk sistem daur ulang baterai belum dibentuk secara terstruktur.
"Ini memang yang kita takutkan sebetulnya, pendekatan yang dilakukan secara parsial di Indonesia. Sepertinya menyelesaikan masalah emisi karbon itu dengan cara mengganti kendaraan dengan berbasis listrik, padahal di sisi lain listriknya sendiri dihasilkan dari batu bara, 70 persen masih kan gitu ya. Sehingga yang menjadi persoalan adalah bahwa emisinya tidak berkurang, yang kemudian justru timbul adalah bagaimana limbah baterainya," kata Joni saat seminar saat seminar di Institut Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Jawa Timur, Selasa (11/10/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Yoshiak Ishimoto, Vice President Toyota Daihatsu Engineering & Manufacturing memaparkan peran industri otomotif untuk transisi energi terbarukan yang dilakukan Toyota di beberapa negara, salah satunya Thailand.
Dalam paparannya Toyota berperan aktif menghadapi isu Net Zero Emmision dengan berfokus pada pengurangan emisi karbon dan efisiensi bahan bakar. Langkah pasti yang sudah dilakukan adalah penggunaan energi baru terbarukan (EBT) antara lain dengan menciptakan ekosistem khusus seperti penggunaan bio mas, dan solar panel dan lainnya di Pattaya dan Chacoengsao.
"Tapi yang penting, saya agak cemburu lihat kerjasama mereka dengan Thailand, artinya apa? Thailand telah membuat konsep yang terstruktur secara bagus, bekerjasama langsung dengan salah satunya Toyota. Jadi itu bisa ditiru oleh Indonesia," kata Joni.
"Mereka melakukan proses perubahan secara bertahap untuk menjadi energi listrik full ke kendaraan, mereka menggunakan hybrid dulu, dan ekosistemnya dibangun. Sehingga kalau nanti timbul masalah dengan adanya limbah, mereka sudah siap dengan itu," tambah dia.
Masalah limbah baterai khususnya, Indonesia diharapkan sudah menyiapkan skema daur ulang baterai. Limbah baterai mobil listrik masih menjadi momok bagi lingkungan jika pengolahannya tidak tepat yang dikhawatirkan kebanyakan akhir baterai ini akan menjadi sampah.
"Kita tidak siap lho nanti, karena sebentar lagi kita booming karena kita tahu beberapa saat yang lalu kendaraan listrik dipasarkan baik sepeda motor dan yang lainnya. Nanti suatu saat kita menjadi terheran-heran sendiri dari dampak yang ditimbulkan karena tidak siap secara terstruktur," kata Joni.
"Menurut saya ini dijadikan model di Thailand kalau perlu meniru. Ini mungkin bisa diaplikasikan, kita kerjasama tidak apa-apa dengan Toyota, industri otomotif untuk membuat zona-zona yang kita peruntukkan dalam menuju energi hijau, dan ini perlu pendekatan terstuktur dan terintegrasi," tambah dia.
Direktur Eksternal Affairs Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam menambahkan ekosistem dalam menuju transisi yang lebih hijau perlu dipersiapkan. Termasuk soal pengolahan limbah baterai, Bob menyebut Thailand bahkan disebut sudah mendaur ulang baterai.
"Bagaimana pemerintah Thailand membangun ekosistem mobil listrik dengan membangun semua teknologi, Kalau di kita dibikin berantem, hybrid sama BEV, masa ada teknologi yang berantem. Masing-masing itu saling mendukung sehingga terjadi ekosistem yang baik." kata Bob.
"Sebulan yang lalu saya baru Thailand, di sana sudah ada recycle baterai, jadi Toyota Thailand sudah me-recycle 1.000 baterai per tahun. Sudah second line baterai, baterai yang reuse, harganya cuma sepertiga," sambung dia.(dto)