Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) kembali menghentikan penuntutan perkara tindak pidana kecelakaan lalu lintas (laka lantas) dengan tersangka, DRP (19) dengan menerapkan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
Penghentian perkara dari Kejari Asahan ini dilakukan setelah Kajati Sumut Idianto SH MH, didampingi Aspidum Arief Zahrulyani SH, MH, Kabag TU Rahmad Isnaini,SH,MH, Kasi Oharda Zainal dan Kasi Terorisme dan Hubungan Antar Lembaga Yusnar Hasibuan, SH, MH melakukan gelar perkara secara online kepada Jampidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda Agnes Triani, SH, MH dan disetujui untuk dihentikan dengan RJ.
Ekspose yang digelar secara online (daring) juga diikuti Kajari Asahan Dedying Wibiyanto Atabay, SH, MH, dan Kasi Pidum serta JPU.
Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan dalam keterangannya, Kamis (20/10/2022) menyampaikan, bahwa perkara yang dihentikan penuntutannya adalah dari Kejari Asahan dengan tersangka DRP yang dipersangkakan melanggar Pasal 310 Ayat (3) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Yakni setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4)," kata Yos.
Berdasarkan kronologisnya, lanjut Yos, tersangka DRP mengendarai becak bermotor (betor) menabrak betor yang dikendarai Fendy Pradana membonceng isterinya Evin Yohana yang datang dari arah berlawanan.
Penghentian penuntutan terhadap perkara ini, kata Yos dilakukan berdasarkan keadilan restoratif. Karena, sudah ada proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
"Kemudian, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi," ujar Yos.
Dilanjutkan Yos, tersangka dan korban juga masih bertetangga dan korban juga setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan.
"Karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif pemulihan keadaan seperti keadaan semula," pungas Yos.