Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Setelah sempat tertunda karena empat dari 27 terlapor tidak hadir alias mangkir, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memulai sidang kasus dugaan kartel minyak goreng. Para terlapor hadir semua pada pelaksanaan Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan atas Perkara No. 15/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 (penetapan harga) dan Pasal 19 huruf c (pembatasan peredaran/penjualan barang) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia (Perkara Minyak Goreng).
Kepala Panitera KPPU, Akhmad Muhari, mengatakan, pada pemeriksaan pendahuluan ini, Investigator Penuntutan KPPU membacakan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) yang menjelaskan dugaan pelanggaran yang dilakukan Terlapor dalam kasus tersebut.
"Investigator menyebut para terlapor diduga melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 5, di mana mereka diduga secara bersama-sama menaikkan harga minyak goreng kemasan pada periode bulan Oktober 2021 hingga Desember 2021 dan periode bulan Maret 2022 hingga Mei 2022," katanya, Jumat (21/10/2022).
Selain itu, tambahnya, para terlapor juga diduga melanggar Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan melakukan pembatasan peredaran dan atau penjualan minyak goreng kemasan yang terjadi secara serentak dalam waktu yang sama pada periode bulan Januari 2022 hingga Mei 2022.
Setelah pembacaan LDP oleh Investigator, kata Akhmad Mukari, Majelis Komisi memberikan waktu bagi Para Terlapor untuk mempelajari laporan tersebut dan selanjutnya dapat memberikan tanggapan pada sidang berikutnya yang diagendakan padab7 November 2022 dengan agenda mendengar Tanggapan dari Para Terlapor atas LDP yang disampaikan Investigator Penuntutan KPPU.
Dalam kasus dugaan kartel minyak goreng ini sendiri, ada lima perusahaan terlapor berdomisili di Sumut yakni PT Berlian Eka Sakti Tangguh, PT Musim Mas, PT Pacific Medan Industri, PT Permata Hijau Palm Oleo dan PT Permata Hijau Sawit.
Nantinya apabila terbukti bersalah, total 27 pelaku usaha dapat dikenakan sanksi minimal Rp1 miliar dan maksimal 10% dari nilai penjualan atau 50% dari keuntungan selama periode pelaku usaha tersebut melakukan pelanggaran.