Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Bunga acuan Bank Indonesia (BI) sudah naik 50 bps menjadi 4,75% bulan ini. Dengan kenaikan ini, maka bunga kredit khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan turut menyesuaikan.
Masyarakat yang ambil KPR patut waspada. Apalagi, perekonomian sedang menghadapi tantangan dari kondisi global yang terancam resesi di 2023. Untuk itu, perlu adanya beberapa strategi keuangan yang dilakukan para pengambil KPR.
Pakar Perencana Keuangan Andy Nugroho mengatakan, masyarakat yang ambil KPR dengan sistem floating atau mengambang pasti akan membayar cicilan yang lebih tinggi karena kenaikan suku bunga acuan. Oleh karena itu, masyarakat perlu membuat skala prioritas untuk cicilan KPR.
"Jadi, demi kita harus membayar dengan lebih banyak (ke KPR), makanya ada pos pengeluaran lainnya yang harus kita kurangi ataupun kita sisihkan. Apa itu? Nah biasanya adalah semua pengeluaran yang bersifat luxurious, yang bersifat senang-senang. Contohnya misalnya tidak membeli barang-barang yang memang tidak terlalu kita perlukan," jelas Andy kepada detikcom, Sabtu (22/10/2022).
Ia menyoroti pengeluaran seperti jajan dan ngopi yang bisa menjadi salah satu aktivitas yang kita batasi. Apabila kita tidak ingin dana 'senang-senang' dipangkas, mau tidak mau kita perlu mencari penghasilan tambahan.
"Mau tidak mau seperti itu, kita membayar KPR bisa tetap berjalan. Sementara juga kita masih bisa untuk jajan dananya tetap utuh, ataupun sama seperti semula," kata Andy.
Pendapat tersebut didukung pula oleh Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting, Tejasari Assad. Dalam kesempatan yang berbeda, Teja mengatakan penting untuk mengurangi pengeluaran yang tidak diperlukan demi menyelesaikan kewajiban kita membayar KPR.
Untuk masyarakat yang baru mau mengambil KPR, menurutnya, penting untuk mempertimbangkan penawaran dari bank, seperti diskon dan fix rate atau harga tetap selama beberapa tahun.
"Karena bank suka kasih penawaran, fix rate 2 tahun atau 3 tahun pertama, kasih discount ya kan. Jadi mungkin kita bisa mempertimbangkan penawaran bank dulu. Karena mungkin 2-3 tahun pertama ini bisa mendapat fix rate yang lumayan murah. Nanti setelah 3 tahun atau 5 tahun kondisinya berubah, sudah mulai agak stabil (bunganya)," kata Teja.
Sementara untuk masyarakat yang tidak mendapatkan fix rate dan membayar dengan skema bunga floating, menurutnya penting untuk menyesuaikan jangka waktu cicilan dengan penghasilan dan kemampuan debitur.
"Disesuaikan aja dengan kondisi sekarang. Misalnya, jangka waktunya dipanjangi atau kondisi mengurangi budget yang lain untuk bisa melunasi KPR kita. Supaya tidak mengurangi budget yang lain, jangka panjangi dulu," kata Teja.
"Ketika kondisi sudah memungkinkan, cicilannya mungkin bunganya udah turun lagi atau gaji kita udah naik, baru kita bisa menyesuaikan jangka waktunya," lanjutnya.
Menurut Teja, setelah BI menaikkan suku bunga acuannya, ada masyarakat yang panik dan ada pula yang senang. Di mana, para pengambil cicilan KPR-lah yang termasuk ke dalam golongan panik itu.
Sementara bagi masyarakat yang berinvestasi di deposito justru akan diuntungkan. oleh karena itu, deposito menjadi salah satu instrumen investasi yang ia rekomendasikan untuk menabung.
"Nah, tergantung kondisi kita apakah konservatif misal. Kalau konservatif pasti seneag banget karena bunga deposito tinggi, reksadana pasar uang juga stabil di lumayan gede. Tapi jangan masuk ke saham dulu karena kan lagi nggak stabil. Indexnya juga pada jeblok segala macem," kata Teja.
"Kalo yang moderat, lihat-lihat dulu nih misalkan kita mau investasi di saham, rajin post aja dulu, beli yang sedikit rutin. Tapi lihat kondisinya akan seberapa parah. Lihat-lihat dulu nih, karena krisis ini kan nggak dari Indonesia, tapi dari luar negeri, global. Sedangkan kondisi RI baik-baik saja," sambungnya.(dtf)