Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pendekatan ekonomi hijau telah menjadi tren kebijakan yang diterapkan oleh berbagai negara secara global guna membangun pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan atau sustainable development. Tanpa terkecuali Indonesia dengan potensi dan sumber daya energi yang besar.
Salah satunya, dalam persiapan COP27 di Sharm el-Sheikh di Mesir, Indonesia melalui enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) menaikkan komitmen pengurangan emisi sebesar 31,89% tanpa syarat, dan sebesar 43,2% dengan dukungan internasional pada 2030.
Sejalan dengan peningkatan komitmen tersebut, Bank Mandiri telah turut mendukung rencana Pemerintah dengan konsisten mendorong kontribusi perseroan terhadap pembiayaan keberlanjutan dan pembiayaan hijau.
Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, mengatakan, hingga kuartal III 2022, Bank Mandiri telah menyalurkan kredit ke sektor berkelanjutan (sustainable sector) sebesar Rp221,1 triliun, atau 24% dari total kredit perseroan. Dari nilai tersebut, pembiayaan ke sektor hijau Bank Mandiri telah menembus Rp101 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 11,1% dari total penyaluran kredit Bank Mandiri di kuartal III 2022.
Tidak hanya dari sisi pembiayaan, Bank Mandiri bjuga secara konsisten telah mengadopsi praktik-praktik Energy, Social, and Governance (ESG) secara lebih luas, termasuk di dalam operasional perusahaan. "Krisis energi dan geopolitik telah menggeser isu keberlanjutan menjadi ketersediaan energi. Meski demikian, kami percaya bahwa isu ESG telah menjadi mainstream. Sekalipun ada guncangan, hal ini tetap menjadi penting ke depan," kata Darmawan, Rabu (2/11/2022).
Darmawan mengatakan, salah satu upaya nyata untuk mendukung bisnis yang berkelanjutan khususnya di Indonesia, Bank Mandiri juga menggelar Mandiri Sustainability Forum (MSF) 2022 hari ini secara virtual. Forum bertajuk Industry for tommorrow ini bertujuan untuk menyediakan wadah diskusi bagi pelaku bisnis, pemerintah, dan juga pelaku usaha lainnya terkait potensi dan tantangan ESG ke depan, baik di tingkat global maupun nasional.
"Forum ini diharapkan menjadi wadah aspirasi bagi pemangku kepentingan, regulator, pelaku industri dan Bank Mandiri untuk bersama-sama menggali potensi ekonomi berkelanjutan, yang juga selaras dengan Agenda Nasional Pemerintah," kata Darmawan.
Forum MSF 2022 turut mengundang pembicara yang memiliki kompetensi dan berpengalaman di bidangnya. Antara lain, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti; Direktur Majamen Risiko Bank Mandiri, Ahmad Siddik Badruddin; Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri, Panji Irawan; Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna. Hadir juga pakar di bidang ESG seperti Director of Global Partnership and Client Solution, CFA Institute, David von Eiff dan ESG Practice Lead, Hardik Shah. Termasuk pemimpin korporasi seperti Presiden Direktur HSBC Indonesia, Francois de Maricourt; Presiden Direktur Unilever Indonesia, Ira Noviarti dan Presiden Direktur Uni-Charm Indonesia, Yuji Ishii.
Dalam diskusi ini, Bank Mandiri merilis hasil riset dan penelitian Mandiri Institute yang menyediakan pemahaman serta implementasi ESG di Tanah Air berjudul Towards ESG Implementation in Indonesia yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat secara gratis. Hasil riset ini, kata Darmawan, dapat menjadi acuan terkait gambaran ESG di Indonesia. Sebab, penelitian ini dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai stakeholder mulai dari korporasi baik listed maupun non-listed, investor individual, hingga fund manager.
"Laporan ini menunjukkan ESG sebagai faktor utama dalam keberlanjutan bisnis, baik saat ini maupun masa depan. Sebab, adopsi ESG bukan hanya sekedar mengikuti regulasi saja, tetapi juga mengenai langkah implementasinya terhadap strategi bisnis dan corporate practices untuk mendapatkan tangible benefit serta value creation yang lebih tinggi bagi perusahaan," katanya.
Dari data survei Mandiri Institute, ditemukan bahwa sekitar 60% responden yang berasal dari perusahaan listed atau Terbuka mengalami kesulitan dalam menentukan indikator ESG yang akan digunakan. "Hal ini menunjukkan perlunya dukungan terkait dengan peningkatan awareness dan pemahaman terkait ESG. Termasuk mempersiapkan strategi dalam menghadapi tantangan dan mencapai potensi ESG ke depan," kata Darmawan.