Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Kementerian Perdagangan mendesak pemerintah segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas kasus gagal ginjal akut misterius di Indonesia. Kasus itu dianggap sudah pada fase mengkhawatirkan di mana data terakhir menyerang 325 orang dan 178 orang di antaranya meninggal dunia.
"BPKN mendesak pemerintah untuk segera menaikkan kasus gagal ginjal akut menjadi KLB karena ini masif, tiba-tiba, sampai saat ini belum ada rilis yang pasti mengenai sebab dari kasus gagal ginjal akut," kata Ketua BPKN Rizal Edy Halim kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (4/11/2022).
Hal itu merupakan hasil diskusi bersama Komisi VI DPR RI melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP). BPKN juga mendesak pemerintah untuk melakukan audit secara keseluruhan proses registrasi hingga terbitnya izin edar obat-obatan.
Selain itu pemerintah juga didesak untuk melakukan audit secara keseluruhan proses produksi, termasuk perolehan bahan baku baik itu yang diproduksi di dalam negeri maupun impor, hingga proses distribusinya.
BPKN akan membentuk Tim Pencari Fakta yang terdiri dari berbagai unsur. Hal ini untuk mengetahui apakah benar maraknya kasus gagal ginjal akut di Indonesia karena dipicu cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di obat sirup.
"Tim pencari fakta akan bekerja dalam waktu yang tidak lama untuk mendapatkan hasil-hasil yang bisa kita sandingkan dengan apa yang sudah beredar di publik," imbuhnya.
Rizal menyebut BPKN akan mendampingi keluarga korban untuk menginisiasi proses pidana kepada perusahaan farmasi yang disinyalir bersalah terhadap kasus tersebut. Berdasarkan pasal 188 ayat (3) jo Pasal 196 UU Kesehatan, menyatakan setiap orang dengan sengaja memproduksi dan mengedarkan farmasi/dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan dipidana paling lama 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Kemudian berdasarkan pasal 8 jo pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, perihal pertanggungjawaban perusahaan farmasi atas kerugian materiil dan immateril yang terjadi dapat dipidana maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Berbagai rekomendasi itu kemudian akan disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). "BPKN meminta agar pemerintah memastikan pembiayaan bagi korban yang saat ini dirawat maupun yang meninggal agar menjadi tanggung jawab pemerintah atau jika telah dapat diidentifikasi secara pasti, maka pihak pelaku usaha juga harus bertanggung jawab," tandasnya.(dtf)