Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PETUGAS dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama Dinas Perhubungan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Padang Sidempuan masih tersebar di sudut-sudut badan jalan Thamrin dan Patrice Lumumba, Kota Padang Sidempuan, Sumatera utara, Rabu (30/11/2022). Mereka mengawasi Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak lagi menghamparkan dagangannya di daerah yang dilarang Peraturan Daerah (Perda Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Peruntukan Penggunaan Jalan.
Kondisi sepanjang jalan Thamrin dan Patrice Lumumba ini telah bersih dari suasana semrawut penataan pedagang yang terbiar selama ini. Tim Yustisi Penegakan Perda Satpol PP dibantu instansi terkait seperti dinas perhubungan, Dinas Perdagangan, Industri dan UKM selama seminggu belakangan ini melakukan penggusuran pedagang yang masih bertahan di sepanjang area yang dilarang perda. Bagi yang sudah memahami akan kondisi itu sebagian PKL telah menempati lapak pasar Mahera sebelum tindakan preventif dilakukan pemerintah.
Pasar Mahera yang dibangun PT Badjora Pardamean pihak swasta di sudut Jalan Thamrin bersebelahan dengan Apotik Bintang atau di belakang eks Dinas Pendapatan Tapsel lama atau eks “Pasar Loak” pada zaman dahulu kini sudah ramai. Lapak yang dibuat untuk relokasi PKL sudah diisi walaupun pada akhirnya mereka harus merogoh saku sebagai sewa lapak berukuran kecil itu. Beragam pendapat bermunculan dari pedang yang sudah menempati pasar Mahera sebagai tempat penampungan bagi PKL. Harga sewa yang dinilai cukup membebani dan keberuntungan setelah pindah tempat usaha menjadi masalah mereka kini. “Namun semua itu ada positif negatifnya juga,”ujar mereka.
Bagi warga sepanjang Jalan Thamrin dan Patrice Lumumba kini mulai bernapas lega, pasalnya suasana semrawut didepan-depan tokonya akibat dipenuhi pedagang kaki lima selama ini, kini lepas mata memandang. Ucapan terima kasih kepada pemerintah mereka sampaikan dan berharap tidak lagi terulang aksi ngotot pedagang kaki lima untuk tetap berjualan di pinggir jalan sampai membuat kemacetan seperti selama ini.
“Sebagai warga yang tinggal di Jalan Thamrin sejak tahun 1987 tentu sangat bersyukur pemerintah di bawah Walikota Irsan Efendi Nasution berani mengembalikan fungsi jalan dan trotoar sesuai peruntukannya, ini prestasi yang membanggakan,”kata Andi Arisandi.
Sebagai Anggota DPRD Kota Padang Sidempuan, Andi Arisandi, sangat menyayangkan selama ini pemerintah tidak pernah menggusur PKL di Jalan Thamrin dan sekitarnya.
Menurutnya, pemerintah sesuai fungsinya yaitu pengaturan dalam konteks Jalan Thamrin dan sekitarnya adalah sedang menempatkan sesuatu (aturan) sesuai porsinya.
Menurutnya fungsi jalan dalam UU nomor 38 Tahun 2004 adalah jalan umum, adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Pengelompokannya berdasarkan pada sistem, fungsi, status dan kelas. “Dari UU tersebut kita sama sama tahu kalau tidak ada satupun regulasi yang mengatur dan membolehkan jalan dipergunakan untuk berjualan. Para PKL ini sudah lebih 10 tahun mengokupasi jalanan dan trotoar di sekitaran Jalan Thamrin dah hal ini sangat mengganggu ketertiban dan menyebabkan kesemrawutan dan sampah yang berserakan di sana sini,” cetusnya.
Direlokasikannya para pedagang kaki lima ke lokasi Pasar Mahera yang baru dibangun tersebut adalah solusi bagi PKL untuk tidak lagi “ngotot” melaksanakan jalan tempat berjualan, karena hal tersebut sangat menggangu warga sekitar. Ditempat mereka yang baru sekarang para PKL berjualan lebih nyaman. Mereka tidak kena hujan dan panas serta bebas berjualan 24 jam.
“Mari kita dukung bersama program ini agar kota Padang Sidempuan benar benar menjadi kota yang nyaman dan bersih untuk ditinggali warganya,” harapnya.
Sikap Tegas Pemerintah
Pemerintah telah membuat sikap tegas, setelah sebelumnya cara persuasif telah dilakukan, himbauan juga sudah sampaikan termasuk himbauan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak membeli pada PKL yang berjualan di area yang dilarang perda No.41 tahun 2003. Tanpa cara tegas pasar Mahera akan terus sepi, pedagang yang diarahkan sebelumnya tidak mau menempati lapak yang telah disediakan dengan kesadaran sendiri.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (kasatpol PP) Kota Padang Sidempuan, Zulkifli Lubis mengatakan bahwa pihaknya melakukan penggusuran merupakan amanat peraturan daerah No.41 Tahun 2003 tentang peruntukan penggunaan jalan umum. “Jalan yang dimaksud kita kembalikan pada fungsinya,”katanya. Namun dia sangat menyayangkan dalam proses penggusuran mendapat perlawan dari para pedagang, padahal sudah dihimbau sebelumnya,” katanya.
Dalam proses penggusuran pemerintah pada, Sabtu, 26 Nopember 2022 lalu sebagai sikap batas toleransi yang diberikan. Kompromi dan aksi protes sudah tidak dihiraukan lagi. Cara seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kedua belah pihak bisa memahami. Pedagang harus paham bahwa tempat berjualan selama ini merupakan area yang dilarang dan kini fungsinya dikembalikan. Satu sisi pemerintah harus benar-benar mendata pedagang dan juga menyiapkan ketersediaan lapak di pasar penampungan.
Miris aksi penggusuran itu telah menimbulkan korban cedera bagi petugas dan dua pedagang. Satu oknum petugas Satpol PP harus dilarikan ke rumah sakit karena kepalanya berdarah akibat lemparan dari pedagang, begitu juga dari pihak pedagang ada kepalanya benjol akibat terkena pukulan petugas. “Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi, anggota kita dari Satpol PP harus dirawat dirumah sakit akibat luka pada keningnya, terpaksa dijahit,”kata Zulkifli.
Dalam sejumlah kasus penertiban PKL disejumlah daerah anarkisme selalu terjadi. Pemicunya kadang sangat sepele hanya karena ketersinggungan dari kata-kata yang menyakitkan baik itu dari pedagang atau petugas yang berhadapan langsung dengan massa. Komunikasi massa pada langkah penanganan sangat penting sebagai solusi bagi pedagang yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidup di sepanjang pinggir bantaran jalan yang terbiar selama ini.
Terbiar Tanpa Penegakan Perda
Sejak Pemko Padangsidimpuan berdiri 2001 atau sekitar 21 tahun. Empat periode generasi kepemimpinan pemerintah Kota Padangsidimpuan, kondisi badan jalan Thamrin dan Jalan Patrice Lumumba dan seputaran Plaza Anugrah Tetap Cemerlang (ATC) dan pasar Sangkumpal Bonang ini sudah dijadikan pedagang kaki lima berjualan. Perada 41 Tahun 2003 Tetang Peruntukan Penggunaan Jalan dan Perda Nomor 08 tahun 2005 tentang penataan dan pembinaan pedagang kaki lima (PKL) sebagai regulasi telah ada, namun hukum produk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bagaikan tak ada selama ini.
Bukan tidak pernah penertiban pedagang kaki lima ini dilakukan. Tim Yustisi penegakan perda Satpol PP dibantu Dinas Perhubungan dan Dinas Perindag yang diterjunkan selama ini hanya “gertak sambal” dan pedagang tambah banyak saja jumlahnya. Dugaan pungli merajalela di sepanjang jalan ini. Pedagang merasa punya hak berjualan di sepanjang pinggiran jalan karena mengakui membayar sewa tempat dan kebersihan kepada oknum-oknum yang memanfaatkan situasi. Bahkan Dugaan pungli itu mendapat back up dari pemerintah. Ini membuktikan pemerintah tak sungguh sungguh menjalankan amanah aturan yang sudah disepakati yaitu perda yang menjadi aturan hukumnya.
Panggung Politik?
Momentum Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 sudah masuk pada tahapan, apapun yang dilakukan pemerintah akan selalu mendapat asumsi dari sudut pandang politik berbeda. Penggusuran pedagang kaki lima bisa diasumsikan sebagai panggung politik. Dalam melakukan kampanye pasar tradisional selalu dijadikan panggung politik oleh elit-elit politik kita. Apakah penggusuran ini juga bagian dari panggung politik di akhir masa jabatan Walikota Padang Sidempuan yang tinggal hitung bulan lagi atau bukan? Asumsi ini justru bermunculan pasca berhasilnya pemerintah mengembalikan fungsi badan jalan Thamrin dan Patrice Lumumba. Menurut penulis syah-sah saja warga masyarakat berasumsi berbeda. Tergantung sudut pandang masing-masing dan ke ikhlasan seorang pemimpin dalam menjalankan tanggungjawabnya. Atau pahala amal tergantung niatnya.
Wali Kota Padang Sidempuan, Irsan Efendi Nasution turun langsung dan berdialog bersama pedagang sebelum aksi penggusuran berjalan tanpa kompromi. Himbau telah disampaikannya secara lisan bahkan hal yang jarang dilakukan kepala daerah membuat surat edaran larangan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak berbelanja pada pedagang yang berjualan ditempat yang dilarang berdasarkan Perda No.41 Tahun 2003 tentang peruntukan penggunaan jalan.
Argumen penulis, penggusuran pedagang kaki lima masih menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah. Kelihatannya masih banyak pedagang yang merasa diperlakukan tidak adil. Soal tempat pasar Mahera yang jumlahnya terbatas, sempit dan biaya sewa tentunya masih beban bagi mereka pedagang kaki lima yang bermodal hanya sayuran buah hasil kebun miliknya. Boro-boro mau menyewa tempat Rp.20 ribu per bulan, hasil penjualan dagangannya yang dibawa dari rumahnya hanya bernilai tidak lebih seratus ribu rupiah saja. Pedagang kecil modal kecil seperti ini banyak membaur dengan PKL yang bermodal besar. Pemerintah harus memikirkan pasar tradisional bagi mereka, sebagai bentuk pemberdayaan bagi usaha micro yang selalu dikampanyekan sebelum menjabat menjadi pemimpin.
Persoalan Bersama
Persoalan pedagang kaki lima kita hari ini merupakan persoalan bersama yang harus di selesaikan tanpa ada yang tersakiti dari dampak penggusuran tersebut. Terlepas pedagang itu datang dari luar daerah maupun warga Kota Padang Sidempuan. Mereka adalah warga masyarakat yang turut membantu pemerintah dalam menumbuhkan ekonomi kerakyatan. Dalam hal ini perlu kordinasi dari pemerintah, PKL dan juga masyarakat sekitar. Kordinasi harus diwujudkan dengan dialog yang memperbincangkan persoalan-persoalan PKL serta bagaimana penataan dan pengaturannya.
Solusi dalam mengatasi kesemrawutan pedagang kaki lima dan juga mengatasi arus lalulintas di sepanjang jalan Thamrin dan Patrice Lumumba jauh sebelumnya sudah melalui kajian dan rekomendasi Dewan Riset Daerah (DRD) dibawah kepemimpinan Ir. Darmadi Erwin Harahap, S.Pd, MM,MP. Pada saat itu penulis dan Perdana Siregar anggota DRD penah mendiskusikan hal ini bersama Zulkifli Lubis Camat Padang Sidempuan Utara yang kini menjabat sebagai Kasatpol PP Kota Padang Sidempuan. Mulai cara menata pedagang dan juga teknik mengurai kemacetan di area jalan Thamrin dan Patrice Lumumba, juga mendiskusikan solusi penampungan bagi PKL apabila fungsi jalan dikembalikan. Beberapa titik tempat penampungan bagi PKL menjadi pilihan termasuk Pasar Mahera sekarang.
Kita harus pahami bahwa Padang Sidempuan sebagai kota interland dari lima kabupaten kota yang dari dulu menjadikan Sidempuan sebagai pusat perdagangan. Masyarakat Tabagsel sekitarnya belum merasa puas tanpa belanja di Kota Padang Sidempuan dan itu sudah menjadi kebiasaan dari dulu. (Penulis adalah wartawan medanbisnisdaily.com dan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan).