Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, "mati-matian" memperjuangkan proyek infrastruktur jalan dan jembatan Sumut Rp 2,7 triliun. Saat ini proyek multiyears yang sudah terealisasi 11% hingga posisi 20 November 2022 itu dibelanya habis-habisan agar terlaksana sesuai target.
Gubernur Edy benar-benar membanggakan proyek prestisius setingkat APBD Sumut itu. Karenanya ia pasang badan bagi 'siapapun' yang menjegal proyek Rp 2,7 triliun itu.
"Ini memang karena untuk rakyat kita, untuk bagaimana agar jalan ke kampungnya bagus, agar hasil pertanian terangkut, dan agar ekonomi berputar, bertumbuh," sebut Edy dalam berbagai kesempatan.
Soal proyek infrastruktur Rp 2,7 triliun itu, kembali diceritakannya saat acara diseminasi bersama KPK dan pengusaha dalam rangka Road to Hari Anti Korupsi se-Dunia (Hakordia) 2022, di Hotel Aryaduta, Kota Medan, Rabu (30/11/2022).
Mulai dari sejarah lahirnya program itu, ia ceritakan kepada pengusaha peserta diseminasi, dengan harapan agar semua paham dan ikut mendukung realisasi proyek itu di lapangan.
"Itu sudah direncanakan sejak 2019, (untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur di Sumut) kami ada konsultasi KPK, BPK, BPKP, LKPP, Dirjen Mendagri," ujar Gubernur Edy pada diseminasi yang juga dihadiri Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata itu.
Koordinasi lintas sektoral, menurut Gubernur Edy, perlu dalam rangka pencegahan korupsi dalam pembangunan infrastruktur di Sumut ini. Kemudian, dilakukan pengerjaan sesuai dengan prosedur dan tidak melanggar hukum.
Gubernur Edy menjelaskan jalan di Sumut berstatus jalan provinsi panjangnya 3.005,56 km. Ia pun mengklaim jalan provinsi terpanjang di dunia. Dengan kondisi jalan sangat memprihatikan.
Untuk membangun dan memperbaiki jalan rusak tersebut, Gubernur Edy memerlukan biaya atau menelan anggaran mencapai Rp 5 triliun. Segala cara dilakukan mantan Ketua Umum PSSI itu, dari meminjam uang ke Pemerintah Pusat dan pihak asing, namun tidak berhasil.
Gubernur Edy pun mengambil kebijakan dengan menggunakan anggaran Rp 2,7 triliun secara multiyears menggunakan APBD Sumut. Ia mengharapkan pembangunan infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat.
"Dari Rp 5 triliun, baru bisa ditangani jadi Rp 2,7 triliun. Jadi, ada (kurang) Rp 2,3 triliun. Baru jalan kita mencapai 75 persen (jalan baik) kawan. Jalan-jalan menuju jalan nasional. Jalan Provinsi itu, 3.005,56 kilometer, terpanjang di dunia," jelas Gubernur Edy.
Namun ia muak jika proyek multiyears Rp 2,7 triliun itu dikait-kaitkan dengan politik. Kata Edy, proyek tersebut tidak didasari ambisi politik, untuk kembali menjadi Gubernur Sumut periode kedua nantinya.
"Ini jalan, Edy karpet merah jadi Gubernur lagi. Kok itu, jadi persoalan," sebut Gubernur Edy Rahmayadi, mantan Pangkostrad itu.
Pernyataan itu sekaligus menegaskan tidak ada niat dirinya membawa pembangunan infrastruktur tersebut sebagai modal kampanye di Pilgub Sumut tahun 2024.
Ditegaskannya lagi, sejak menjabat Gubernur bersama Musa Rajekshah sebagai Wakil Gubernur Sumut, program utama mereka adalah pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, pertumbuhan UMKM, penciptaan lapangan kerja dan pengurangan pengangguran.
Lebih lanjut mantan Ketua Umum PSSI itu menyebutkan luas perkebunan kelapa sawit di Sumut mencapai 3,2 juta ha. Kondisi jalan provinsi rusak, salah satu penyebabnya. Karena, aktivitas kenderaan pengangkut hasil panen sawit dengan muatan melebihi kapasitas jalan.
"Kalau ini, tidak bersama-sama asosiasi sawit, 3,2 juta hektar (lahan) sawit. Panen dia, yang merusak jalan itu, siapa yang betulkan jalan itu, siapa?, Provinsi dari mana uang," jelas Gubernur Edy.
Gubernur Edy mengajak pelaku usaha dan perusahaan kelapa sawit untuk dapat membantu pemerintah dalam memperbaiki dan menjaga kondisi jalan provinsi.
"Kalian sibuk untung rugi, apa yang bisa kita lakukan. Saya curhat dulu, Infrastruktur jadi visi sama yang pertama, kedua pendidikan dan kesehatan," kata Gubernur Edy.
Gubernur Edy juga bercerita tentang infrastruktur yang tidak baik di Sumut. Sehingga sejumlah petani jeruk Kabupaten Karo mengirimkan satu ton jeruk ke Istana Negara sekaligus meminta Presiden, Joko Widodo untuk memperbaiki jalan di lahan pertanian mereka.
"Saya berbicara struktur, ada yang mengantar jeruk ke Istana negara satu ton, dipakai lawak pakai tepuk tangan, itu sinisme. Saya bentuk tim, saya panggil Cory selaku Bupati Karo. Aku tidak sanggup pak Gubernur, orang itu datang ke aku minta jalan itu, di aspal. Saya datang kesana, oya betul. Seperti off-road jalan itu," ucap Gubernur Edy.
Gubernur Edy menjelaskan jalan buruk dan rusak, memberikan dampak dengan biaya pengangkutan yang lebih mahal. Sehingga harga jual jeruk per kilogram bisa naik tiga kali lipat dari harga jeruk dijual petani.
"Saya tanya nande berapa jeruk itu, dilepas 1 Kilogram (harganya) Rp 4 ribu. Saya datang ke Supermarket Berastagi buah, harganya Rp 12,5 ribu. Jadi, Rp 8,5 ribu ada selisih. Telusuri saya bilang," ucap Gubernur Edy.
Gubernur Edy mengungkapkan karena jeruk lokal mahal, pasar buah di Kota Medan dan sejumlah daerah di Sumut di banjiri jeruk impor seperti dari Cina dengan harga Rp 7,5 ribu per kilogram. Ia mengatakan ini tidak adil bagi petani lokal.
"Lebih murah jeruk mandarin, Rp 7,5 ribu per kilogram. Jauh dari mandarin, ketimbang tanah Karo. Ini tidak adil, ini persoalan," sebut Gubernur Edy.
Setelah permintaan petani kepada Jokowi dikabulkan. Gubernur Edy mengatakan jalam tersebut, sudah di aspal. Tapi, harga jeruk tetap saja mahal di pasaran. Ia pun, mengindikasikan ada permainan di dalamnya, untuk mencari keuntungan berlebih.
"Itu jalan rusak, sudah di aspal. Harga jeruk tidak turun. Ini dibenari, pengusaha yang macam-macam, harga jeruk rakyat segitu aja. Ini kejujuran. Yang korupsi ini, bukan saja kami dari dana APBD. Itu korupsi juga, kesejahteraan tidak tercapai," kata Gubernur Edy.