Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Hasil observasi Komisi Yudisial (KY) menemukan 70 persen pengadilan di Indonesia sudah memenuhi standar pengamanan sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 dan Nomor 6 Tahun 2020. Namun, pengamanan itu perlu diimbangi dengan pengawasan (judicial control) dan partisipasi serta aksesibilitas publik terhadap peradilan.
"KY memiliki mandat untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain bagi mereka yang melakukan Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH). Tugas ini diberikan oleh Pasal 22 ayat (1) huruf e UU Komisi Yudisial serta Peraturan KY No 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim. Memang tugas ini konteksnya bersifat post factum atau setelah peristiwa terjadi. Namun, sesuai Pasal 20 ayat (2) UU Komisi Yudisial, KY juga memiliki tugas untuk mengupayakan kesejahteraan hakim, yang salah satu bentuknya adalah jaminan keamanan yang memadai. Tugas ini arahnya lebih kepada bersifat pencegahan," kata anggota KY Binziad Kadafi dalam keterangan persnya, Minggu (4/12/2022).
"Jadi, KY sangat relevan untuk mendorong jaminan keamanan bagi hakim, baik dalam konteks pencegahan maupun penanganan," sambungnya.
Temuan observasi KY yaitu mayoritas pengadilan, sekitar 70 persen sudah memenuhi standard protokol keamanan sesuai yang digariskan oleh PERMA. Namun, pada level implementasi, diperlukan pengaturan lanjutan untuk memperjelas penerapannya, termasuk menuangkannya pada level SOP berdasarkan tingkat kerawanan yang ada.
"Masalah pokok lainnya adalah terkait sumber daya manusia dan anggaran. Untuk itu, kami mengajak Mahkamah Agung, DPR, dan BAPPENAS untuk hadir dalam pemaparan hasil observasi ini. Bagi Mahkamah Agung, saya kira kajian ini sangat relevan karena dengan sistem satu atap, pengelolaan sumber daya manusia dan anggaran berada di Mahkamah Agung. Hal ini juga digariskan dalam PERMA No. 5 dan No. 6. Peran KY adalah memberikan rekomendasi-rekomendasi berbasis bukti (evidence-based) untuk dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung serta Pemerintah dan DPR," ucap Binziad.
Menurut Binziad, perlindungan bagi hakim adalah hal yang mutlak. Sebab hal itu bagian dari menjaga kemandirian hakim agar hakim bebas dan aman ketika memutus perkara.
"Namun, KY berpandangan bahwa perlindungan keamanan bagi hakim juga perlu diimbangi dengan pengawasan (judicial control) dan partisipasi serta aksesibilitas publik terhadap peradilan. Artinya, kepercayaan terhadap kualitas peradilan berdampak secara garis lurus terhadap keamanan di pengadilan," terang Kadafi.
Laporan observasi ini dilakukan terhadap 51 pengadilan dari tiga lingkungan peradilan (Umum, Agama, dan Tata Usaha Negara) yang penentuan lokasinya dilakukan secara terencana. Yaitu di mana terdapat Penghubung KY. Peluncuran laporan observasi ini dilakukan oleh peneliti Giri Ahmad Taufik. Diikuti oleh penanggap hakim agung Jupriyadi, anggota Komisi III DPR Nasir Jamil dan Perencana Ahli Kementerian PPN/BAPPENAS, Arif Christiono.
"Termasuk pengadilan yang disasar adalah pengadilan-pengadilan yang berada di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya," ungkap Binziad.(dtc)