Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Selama sepekan jelang tutup tahun, mata uang rupiah sempat melemah hingga menyentuh 15.750/dolar AS sebelum akhirnya berbalik dan diperdagangkan di kisaran 15.560/dolar AS pada perdagangan Jumat ini. Jika membandingkan kinerjanya di awal tahun, tentunya mata uang rupiah jelas mengalami pelemahan, dari kisaran posisi 14.200/dolar AS.
Selama tahun 2022 mata uang rupiah melemah 9% lebih terhadap dolar AS. Salah satu yang membuat rupiah melemah terhadap dolar AS adalah kenaikan bunga acuan di AS yang membuat banyak Bank Sentral di negara lain turut mengambil kebijakan menaikkan besaran bunga acuannya. Tanpa terkecuali yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
Selama tahun 2022, posisi rupiah yang paling lemah nyaris mendekati 15.800 per dolar AS atau dikisaran 15.780-an/dolar AS. Dan di tahun 2023 mendatang, Bank Sentral AS diproyeksikan masih akan menaikkan bunga acuannya. Jika melihat dampak dari potensi kenaikan bunga acuan The Fed tersebut, rupiah masih akan mampu berada bergerak dalam rentang 15.500 hingga 15.800, atau setidaknya masih dibawah level 16.000.
"Yang sulit diproyeksikan kedepan adalah tren laju tekanan inflasi yang bisa saja menggerus kinerja rupiah. Dan inflasi di tahun 2023 ini akan banyak dipengaruhi oleh variabel yang sulit diproyeksikan. Dimana inflasi yang tercipta banyak dipengaruhi oleh perkembangan geopolitik di negara lain, dan justru dibayangi dengan resesi yang membuat sekecil apapun inflasi naik akan menimbulkan masalah yang lebih besar," kata pengamat ekonomi, Gunawan Benjamin, Jumat (30/12/2022).
Sementara itu, untuk kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di penghujung tahun ditutup melemah dibandingkan dengan perdagangan sehari sebelumnya. IHSG ditutup di level 6.850,62 setelah selama sepekan terakhir bergerak volatile. Jika ditarik kinerja IHSG dalam satu tahun terakhir, maka IHSG di tahun 2022 ini hanya menguat sekitar 2,7% secara poin to poin.
Kinerja IHSG masih mampu kalah dengan tingkat bunga deposito perbankan, apalagi jika mengacu kepada besaran BI Rate yang sudah di level 5,5%. Bahkan kinerja IHSG di tahun ini dinilai berkinerja buruk karena kalah dibandingkan dengan laju tekanan inflasi yang juga akan berkahir di angka 5%-an di penghujung tahun. "Nah di tahun 2023, dampak kenaikan bunga acuan akan membuat biaya modal perusahaan atau emiten menjadi lebih mahal," terang Gunawan.
Ditambah dengan resesi yang akan melanda banyak negara, tentunya pasar saham global berpeluang mengalami tekanan. Sehingga kinerja IHSG maupun pasar saham pada umumnya berpeluang berkinerja buruk di tahun 2023 ini. Jadi pelaku pasar akan sangat berhati hati berinvestasi di tahun 2023.
Berbeda dengan harga emas, di tahun 2023 saat tensi geopolitik menimgkat dan tren kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS terhenti. Maka emas masih cukup menjanjikan di tahun 2023 ini. Emas berpeluang untuk menguat dan mengukir harga tertinggi yang pernah dicapai di tahun 2022 di kisaran US$2.000/ons troynya. Dan di penghujung tahun ini emas di transaksikan di level US$1.816/ons troy.