Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Dairi. Ratusan petani di Kabupaten Dairi memperingati dan merayakan Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada 22 April. Perayaan dilaksanakan di Desa Lae Markelang, Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Kamis, (27/4/2023).
Perayaan yang mengambil tema, “Masa Depan Pertanian Menghadapi Pertambangan Timah Hitam" itu dimeriahkan dengan tarian tradisional Batak, Pakpak dan Simalungun, serta persembahan pencak silat tradisional oleh group sanggar seni Nabasa dari Kecamatan Tobasa.
Kegiatan tersebut juga dihadiri lembaga masyarakat sipil lainnya, seperti Petrasa, YDPK, KSPPM, Bakumsu dan Aman Tano Batak yang selama ini selalu memberikan dukungan kepada masyarakat petani Dairi dalam mempertahankan ruang hidup.
Dalam kegiatan itu, masyarakat petani yang hadir dari berbagai desa membawa hasil-hasil bumi mereka masing-masing, seperti jeruk purut, gambir, sayur mayur, kelapa, buah nanas, buah pisang, jahe, kacang tanah, rempah-rempah dan berbagai hasil bumi lainnya.
Buah tangan hasil bumi yang dibawah sebagai ungkapan syukur mereka atas hasil tanah dan alam yang diberikan oleh Sang Khalik.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, biasanya setiap perayaan Hari Bumi buah tangan yang dibawa petani sangat banyak. Dari pengakuan petani di beberapa desa hasil bumi tahun ini jatuh harga dan banyak gagal panen, karena cuaca yang mulai tak menentu dan bersahabat akibat rusaknya alam.
Sebelum kegiatan, terlebih dahulu diawali dengan ibadah singkat yang dibawakan oleh Pendeta Dikkar Sihotang. Dirinya menyampaikan bagaimana cara Tuhan menjadikan bumi, lalu tugas manusia menjaga hasil ciptaan-Nya.
"Kita harus menjadi saksi Tuhan untuk menjaga dan merawat bumi, sebagai karya penyelamatan atas ciptaan Tuhan, sehingga kita layak untuk menerima berkat," sebutnya.
Usai pelaksanaan ibadah, kegiatan dilanjutkan dengan talk show yang menghadirkan pembicara, Ridwan Samosir Direktur Petrasa, Santun Sinaga Direktur YDPK, Maradu Sihombing mewakili petani dan Marolop Banurea petani pemuda dari Pakpak Barat.
Ridwan Samosir menyebutkan, sektor pertanian menyumbangkan 42 persen PDRB (produk domestik regional bruto), artinya sektor pertanian dalam menggerakkan aktivitas ekonomi sangat tinggi.
"Seyogyanya pemerintah kabupaten harus memberikan perhatian dan kebijakan yang pro terhadap sektor pertanian," ucapnya.
Selain itu, data BPS tahun 2022 juga menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Dairi, 83 persen adalah petani. Data BPS sejak tahun 2018 sampai sekarang tambang masih hanya memberikan sumbangan ke PAD Dairi sebesar 0.07 persen.
Menurutnya, pertanian dan tambang tidak akan dapat hidup harmonis, karena tambang butuh air, tanah, hutan, sungai dan sumberdaya alam lainnya.
Di sisi lain tahun 2015 diinisiasi oleh 159 negara, mereka bersepakat dalam komitmen yang disebut perjanjian Paris (Paris Aggrement) termasuk Indonesia di dalamnya yang membicarakan terkait dengan perubahan iklim dan upaya upaya yang dapat di lakukan bersama.
Namun, perjanjian ini belum semua negara termasuk Indonesia melakukannya secara konsisten. Petani dan masyarkat di dorong menjaga lingkungan, menanam pohon.
"Akan tetapi penguasa dan pemodal justru merusak lingkungan dengan berbagai kebijakan yang mempermudah mereka mengeruk perut bumi, merusak lingkungan dan menebang pohon," ujarnya.
Selanjutnya, Santun Sinaga menyampaikan, bahwa tantangan petani saat ini selain iklim yang tidak lagi bersahabat, ketergantungan kepada pupuk kimia.
"Juga adanya, klaim sepihak oleh Kementerian Kehutanan atas tanah-tanah yang dimiliki masyarakat petani yang sudah dikelola dan dihuni sejak puluhan tahun lalu," ungkapnya.
Hal itu juga diperparah dengan kehadiran tambang timah PT DPM (Dairi Prima Mineral) ke depan. Dituturkannya, AMDAL (Analisis dampak lingkungan) tidak pernah menjamin keselamatan rakyat. Berkaca dengan kasus Lapindo, Buyat dan kasus-kasus tambang di seluruh nusantara.
"Oleh karena itu kita harus berorganisasi dan bersolidaritas, mungkin di Dairi hanya kita yang merayakan Hari Bumi. Bumi kita satu, dan rumah kita bersama, jangan berkecil hati, ada kalanya kita di cap anti pembangunan yang sesungguhnya masa depan lingkungan yang berkelanjutan ada ditangan kita dan sedang kita perjuangkan," tuturnya.
Di closing statement, Maradu Sihombing, petani dan pengelola gambir dari Desa Bongkaras mengungkapkan bahwa olahan gambir menjadi bubuk teh dan katekin, sebagai simbol perlawanan terhadap tambang yang akan merusak kampung mereka.
"Mari kita terus berjuang dan melawan para penguasa dan pengusaha yang akan merusak lingkungan dan masa depan kita," tegasnya .
Sementara itu, Marolop Banurea petani pemuda dari Pakpak Barat dalam testimoninya menjelaskan, bahwa alam Dairi kaya dengan potensi alamnya.
"Potensi alam itu dapat kita produksi dengan berbagai produk turunan. Kampung kita, hasil bumi kita, pertanian kita adalah masa depan kita," ungkapnya.