Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - ICW mengkritik Pimpinan KPK Johanis Tanak yang meminta maaf terkait adanya kekhilafan hingga menyalahkan penyelidik KPK. ICW meminta agar Johanis Tanak diberhentikan.
"Pasal 32 ayat (1) huruf c UU KPK menyatakan secara tegas bahwa Pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena melakukan perbuatan tercela," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Minggu (30/7/2023).
"Merujuk pada pernyataan Johanis Tanak yang menyalahkan Penyelidik KPK, bagi kami, ia sudah terbukti melakukan perbuatan tercela dan pantas segera keluar dari gedung KPK atau mengundurkan diri sebagai pimpinan," sambungnya.
Sementara itu, ia menilai masyarakat malu dengan pimpinan KPK yang sibuk mencari kambing hitam.
"Masyarakat malu memiliki Pimpinan KPK seperti Johanis yang tidak bertanggungjawab dan sibuk mencari 'kambing hitam' dalam penanganan perkara Basarnas," katanya.
Pimpinan KPK Limpahkan Kesalahan ke Penyidik
Sebelumnya, kritik mengemuka dilontarkan sejumlah pihak untuk pimpinan KPK. Hujan kritik datang usai pimpinan KPK menyampaikan permintaan maaf dan menyalahkan tim penyelidik KPK dalam menetapkan status tersangka korupsi Basarnas yang menjerat Kabasarnas Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi.
Padahal, penetapan status tersangka Henri itu disampaikan oleh pimpinan KPK Alexander Marwata pada Rabu (26/7). KPK menetapkan dua orang TNI aktif yang menjabat di Basarnas yakni Henri dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.
Namun, pada Jumat (28/7) kemarin, KPK justru meminta maaf dan mengaku khilaf karena telah menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Permintaan maaf itu disampaikan oleh Johanis Tanak. Tanak menyampaikan permintaan maaf setelah melakukan audiensi dengan rombongan petinggi TNI di Gedung KPK.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu, ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwa sanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK. Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada empat lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK.
Johanis mengatakan tindak pidana yang dilakukan anggota TNI sejatinya ditangani khusus oleh TNI. Dia mengakui ada kekhilafan dari penyidik KPK.
"Di sini ada kekeliruan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat sudah menyampaikan teman-teman TNI sekiranya bisa disampaikan ke Panglima TNI atas kekhilafan ini mohon dimaafkan," kata dia.
Sikap itulah yang membuat KPK mendapat kritik. Suara kritik itu disampaikan untuk pimpinan KPK.
Penjelasan kemudian datang dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Dia menyatakan tidak pernah menyalahkan penyelidik atas polemik yang telah terjadi di kasus tersebut.
"Saya tidak menyalahkan penyelidik/penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya," kata Alexander dalam keterangan kepada wartawan, Sabtu (29/7/2023).
Alexander juga menjadi pimpinan KPK yang mengumumkan kelima tersangka tersebut dalam konferensi pers yang digelar KPK pada Rabu (26/7). Dia menyatakan penetapan tersangka itu telah memenuhi kecukupan alat bukti.
Menurut Alexander, pihak TNI nantinya secara administratif akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk dalam menetapkan Kabasarnas dan Koorsmin sebagai tersangka.
"Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," ujar Alexander.
"Jika dianggap sebagai kekhilafan, itu kekhilafan pimpinan," tutur Alexander. dtc