Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Situasi geopolitik yang memanas akibat rivalitas AS-China menjadi topik utama dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN ke-2 di Jakarta, 22-25 Agustus 2023 lalu. Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik tersebut membawa risiko bagi Indonesia dan ASEAN.
Sri Mulyani menambahkan, di sisi lain hal tersebut memberikan peluang bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Kompetisi yang semakin runcing antara Beijing dan Washington mendorong aliran modal keluar dari China ke negara-negara di Asia, termasuk negara di kawasan ASEAN.
"Indonesia dan kawasan ASEAN tengah dilirik sebagai destinasi investasi baru untuk realokasi industri, seperti di bidang manufaktur dan industri padat teknologi," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, Senin (4/9/2023).
Diketahui pada pertemuan tersebut, jajaran Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di ASEAN sepakat untuk memastikan instrumen kebijakan fiskal dan moneter bisa menciptakan ekosistem yang kuat untuk memaksimalkan peluang perdagangan dan investasi.
Menurut Sri Mulyani, peningkatan kolaborasi dan integrasi ekonomi di kawasan diperlukan untuk merebut peluang investasi. Ia mengungkapkan resiliensi ekonomi kawasan harus segera diciptakan, karena ia meyakini hal tersebut dapat memperkuat perdagangan di ASEAN.
"Resiliensi ekonomi kawasan yang kuat harus diciptakan lewat kebijakan yang memperkuat perdagangan intra-regional di antara negara-negara ASEAN," ujarnya.
Kemudian Sri Mulyani mengatakan, peluang investasi perdagangan menjadi angin segar bagi negara-negara kawasan di tengah melambatnya perdagangan dan investasi internasional akibat tensi geopolitik. Penguatan rantai pasok dan perdagangan intra-ASEAN diperlukan karena selama ini negara-negara ASEAN masih bergerak sendiri, akibat pattern kompetisi antar satu sama lain di negara-negara kawasan.
Lebih lanjut Sri Mulyani menambahkan, tantangan lainnya saat ini adalah mendorong ASEAN agar mampu secara strategis menjaga momentum dan secara kolektif menavigasi tantangan yang masih terjadi. Adapun tantangan yang dimaksud yakni peningkatan tensi geopolitik, kenaikan tekanan hutang dan keterbatasan ruang kebijakan, fragmentasi global, isu terhadap ketahanan pangan dan energi, penurunan tingkat perdagangan global, ancaman kemajuan teknologi, serta risiko perubahan iklim.
Sri Mulyani juga menerangkan, pertumbuhan ekonomi ASEAN terus menjadi 'bright' dan 'rare' spot di ekonomi global. Ekonomi ASEAN diprediksi tumbuh 4,5 persen tahun ini, lebih tinggi dari pertumbuhan global. Sementara, inflasi diperkirakan akan tetap tinggi di beberapa negara anggota ASEAN, namun relatif lebih rendah dibandingkan dengan kawasan lain.
Dia meneruskan, ASEAN telah mampu menjaga tingkat suku bunga dan depresiasi nilai tukar di kawasan di tengah peningkatan suku bunga global. Fundamental ekonomi tersebut menunjukkan ketahanan ASEAN terhadap guncangan global serta konsistensi perkembangan ekonomi kawasan untuk menjadi pusat pertumbuhan (epicentrum of growth).
"Pertemuan menitikberatkan pada pentingnya memperkuat bauran kebijakan makroekonomi di negara anggota ASEAN dengan menggunakan seluruh instrumen yang ada untuk memastikan stabilitas ekonomi kawasan. Pertemuan ini juga menekankan pentingnya kebijakan yang terkoordinasi dengan baik untuk mengatasi berbagai risiko yang ada," ungkap Sri Mulyani.(dtf)