Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Perusahaan properti terbesar kedua di China, Evergrande Group, dikabarkan mendapat perintah likuidasi oleh pengadilan Hong Kong.
Hal tersebut berdampak pada rontoknya nilai perdagangan saham di Negeri Tirai Bambu.
Dilansir dari Reuters, perintah likuidasi dikeluarkan oleh pengadilan Hong Kong pada Senin (29/1/2024). Langkah itu dinilai berpotensi menimbulkan dampak terhadap pasar keuangan China yang sedang runtuh, di tengah upaya pemerintah membendung krisis yang semakin parah.
Berdasarkan catatan Reuters, Evergrande awalnya gagal membayar hutang luar negeri pada akhir 2021, perusahaan itu menjadi simbol krisis hutang yang melanda sektor properti China.
Evergrande menjadi perusahaan pengembang yang paling banyak berhutang di dunia, dengan total kewajiban pembayaran US$ 300 miliar atau Rp 4.747 triliun (kurs Rp 15.825) dan total aset US$ 240 miliar atau Rp 3.798 triliun.
Pada Juni 2022, petisi likuidasi Evergrande diajukan oleh Top Shine, sebuah investor di unit Evergrande Fangchebao. Mereka menilai pengembang gagal menghormati perjanjian pembelian kembali (buyback) saham yang telah dibeli di anak perusahaan tersebut.
Evergrande pun sebenarnya telah mengerjakan rencana perombakan utang senilai US$ 23 miliar atau Rp 363,9 triliun selama dua tahun. Namun rencana awal tersebut dibatalkan pada September 2023 karena pendiri Evegrande, Hui Ka Yan, diselidiki atas dugaan kejahatan.
Saham Rontok
Saham Evergrande anjlok 20% setelah perintah likuidasi dikeluarkan. Perdagangan saham Evergrande dihentikan pada pukul 10:18 waktu setempat.
Namun menurut informasi pengajuan ke bursa Hong Kong, anak perusahaan Evergrande Property Services dan Evergrande New Energy Vehicle Group, menyerukan penghentian perdagangan saham perusahaan yang berbasis di Shenzen itu.
Wall Street Journal pun melaporkan, bahwa kreditor Evergrande di luar negeri gagal mencapai kesepakatan restrukturisasi dalam pada akhir pekan lalu.
Walhasil, menurut catatan CNBC, indikator kinerja pasar saham China yakni CSI 300, turun 0,26% karena Evergrande. Sementara indeks Hang Seng Hong Kong, naik lebih dari 1,21%.
Bank sentral Singapura sendiri tidak merubah kebijakannya. Otoritas Moneter Singapura mengatakan akan mempertahankan kisaran kebijakan nilai tukar yang dikenal sebagai nilai tukar efektif nominal dolar Singapura atau S$NEER.
Di Australia, S&P/ASX 200 naik tipis 0,2% karena para pedagang kembali setelah akhir pekan yang panjang. Sementara di Jepang, indeks Nikkei 225 terpantau rebound dari penurunan hari Jumat dan naik 0,94%, sedangkan Topix berbasis luas naik 1,26%.
Adapun di Korea Selatan, indeks Kospi naik 1,1%, dan saham berkapitalisasi kecil Kosdaq tergelincir ke angka 0,17%.(dtf)