Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Kuasa hukum Tiko Aryawardhana, Irfan Aghasar, mempertanyakan tudingan penggelapan sebesar Rp 6,9 miliar dari mantan istri Tiko, yakni AW, yang dialamatkan kepada kliennya. Irfan mengatakan perlunya gelar perkara terbuka dari pihak kepolisian untuk menemukan jalan tengah kasus tersebut.
Hal itu disampaikan Irfan dalam konferensi pers di Kantor Aghazar Law Firm, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024). Irfan mengatakan kliennya sebagai direksi PT Arjuna Advaya Sanjaya tak pernah melakukan penggelapan.
"Dari sisi laporan dugaan adanya penggelapan yang dikatakan oleh pelapor Rp 6,9 miliar, verifikasi dari polisi menyatakan tidak sampai segitu. Jadi angkanya saja ini confuse antara pelaporan dengan sisi polisi," kata Irfan.
Irfan menjelaskan, persoalan ini bermula ketika kliennya yakni Tiko masih berstatus pasangan suami istri dengan pelapor. Di mana keduanya membuka bisnis usaha restoran, tetapi bisnis tersebut akhirnya tutup. Saat itu Tiko berstatus sebagai direksi perusahaan, sedangkan pelapor sebagai komisaris.
Menurut Irfan, audit keuangan yang dilakukan oleh pelapor tidak pernah melibatkan kliennya. Karena itu, Irfan mempertanyakan angka sebesar Rp 6,9 miliar yang muncul di publik.
"Jadi kalau ada dari kubu pelapor sudah ada akuntan publik dasar pelaporannya Rp 6,9 miliar ini kami mempertanyakan dari mana kantor akuntan publik, kami lagi menelusuri kantor akuntan publik ini, dari mana data yang didapat, sumbernya jelas atau tidak, apakah anda pernah mengonfirmasi klien kita bahwa data itu. Kalau seorang komisaris pun kemudian membuat laporan keuangan apa itu bisa dipertanggungjawabkan?" ujarnya.
Lebih jauh, Irfan meminta agar ada audit independen untuk memeriksa ulang terkait kasus tersebut. Sebab, angka penggelapan sebesar Rp 6,9 miliar dari hasil audit dari kubu pelapor disebut meragukan.
"Kalau salah satu pihak yang mengaudit tanpa restu atau persetujuan dari rapat umum pemegang saham itu adalah audit yang bisa kita kesampingkan, terbukti kan antara polisi dan pelapor sendiri angkanya sudah beda. Kalau sudah beda begitu, kita buka dulu dong kita bikin lagi satu audit yang sifatnya betul-betul independen, baik dari sisi polisi yang disetujui baik dari rapat pemegang saham maupun bagi pelapor," katanya.
Irfan mengatakan pihaknya menginginkan adanya gelar perkara terbuka yang dilakukan oleh polisi. Dengan gelar perkara terbuka, diharapkan dapat ditemukan titik terang terkait kasus tersebut.
"Kami minta pihak kepolisian yuk kita ekspos terbuka ekspos dan gelar perkara itu suatu hal yang biasa dalam Mabes Polri atau Polda Metro Jaya," ungkapnya.
Sebelumnya, pihak Tiko menjelaskan permasalahan bermula dari urusan perusahaan yang dibentuk secara keluarga dengan tiga pemegang saham. Menurutnya, saham perusahaan itu dikuasai 75% oleh pelapor AW, 20% dikuasai Tiko, dan 5% ayah dari AW.
"Bisnisnya ini dibuka dengan sistem kekeluargaan dan sifatnya pelaporannya itu dulu masih suami-istri ya. Jadi diselesaikan, dibicarakan di rumah, sambil dinner, sambil jalan dan itu semua terkonfirmasi, baik lisan maupun tertulis," kata Irfan dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (5/6/2024).
Irfan mempertanyakan peran AW dalam perusahaan itu yang mengaku sebagai komisaris, seperti halnya AW melapor ke Polres Metro Jakarta Selatan. Menurutnya, AW tidak menjalankan tugas-fungsinya sebagai komisaris di perusahaan ketika masih berstatus suami-istri dengan Tiko.
"Kalau dia menjalankan posisinya dalam motivasi laporan polisi di Polres sebagai komisaris, kita bertanya, Anda sebagai komisaris pada saat itu sudah menjalankan fungsi komisaris atau tidak? Sudah pernah meminta pertanggungjawaban atau menanyakan perihal laporan hari ini ke polisi bahwa perusahaan rugi, ada penggelapan. Nggak pernah ada proses seperti itu," ucapnya. dtc