Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
KONDISI pasar keuangan global yang masih diliputi rasa ketidakpastian meski moneter banyak negara global telah berhasil melakukan pemangkasan suku bunga yang cepat dari banyak negara berkembang.
Namun, nyatanya pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mampu tumbuh karena ditopang oleh ekonomi domestik yang relatif stabil. Beberapa indikator utama ini di antaranya sangat dipengaruhi akibat perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat dan situasi inflasi yang terjadi pada Juni 2024.
Hadirnya dua peristiwa ini secara mendasar memberi dampak simultan bagi perkembangan ekonomi negara lain yang selama ini menjadi bantalan ekonomi kapitalis.
Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) memberi indikator pasti dalam memangkas suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) pada September 2024.
Kondisi ini menyebabkan inflasi menurun dan mengerek tinggi angka pengangguran di banyak negara. Pasar global memperkirakan jika pemangkasan suku bunga acuan The Fed baru terjadi akhir 2024, maka kebutuhan pembiayaan atas defisit anggaran pemerintahan Amerika Serikat diperkirakan akan tetap menerbitkan surat
utang dalam volume yang besar sehingga akan membuat indeks dollar AS tetap kuat dan menekan pertumbuhan mata uang negara berkembang lainnya termasuk dalam hal ini Indonesia.
BACA JUGA: Menakar Ukuran Pengeluaran Negara
Kondisi stabilitas pasar keuangan global nyatanya masih diguncang tekanan besar dari tensi geopolitik yang masih belum mereda. Dalam hal ini ekskalasi konflik di kawasan Timur Tengah yang masih belum selesai.
Dalam data resmi Bank Indonesia (BI), masih tingginya kondisi pasar keuangan yang belum stabil ini juga turut menekan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 6,25 persen.
Keputusan taktis untuk menahan suku bunga dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan moneter nyatanya harus turut diperhatikan dengan tingkat inflasi nasional yang mulai melandai.
Dengan kata lain ada bantalan kebijakan menjaga stabilitas makro moneter dan dorongan pertumbuhan ekonomi nasional ditengah ketidakpastian pasar ekonomi
global.
Arah Fokus
Kebijakan moneter bagi banyak negara dunia sejatinya memang diprioritaskan demi menjaga stabilitas domestik negara secara sistemik. Pada sisi lain, kebijakan makroprudensial atas sistem pembayaran akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan.
Dalam posisi ini dibutuhkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) agar memberikan kesempatan bagi pertumbuhan kredit secara bijaksana.
BACA JUGA: Devaluasi Sistem Fiskal Indonesia
Dasar dari kebijakan ini hanya dapat diberikan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas. Namun, realisasi dari penerapan ini tentu saja harus dapat melihat pada keterukuran yang dibangun dalam sektor jasa domestik, apakah perekonomian Indonesia masih dapat stabil dengan kondisi tersebut atau malah larut dalam stagnasi ekonomi pragmatis yang hanya melihat dan menunggu (wait and see) peluang ekonomi yang terjadi.
Secara garis besar,pertumbuhan ekonomi selama triwulan II-2024 diharapkan tetap tumbuh diatas 5 persen secara tahunan. Namun, relatifnya pertumbuhan ekonomi pada kisaran ini nyaris merupakan gerak pertumbuhan yang statis karena hampir tiap tahun rasanya gerak pertumbuhan 5 persen hanya digerakan oleh sektor konsumsi dan bukan dari usaha lain yang lebih produktif.
Kendati demikian, tantangan inflasi nyatanya juga mengalami penurunan karena berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS),indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2024 nyatanya mengalami penurunan menjadi 2,13 persen secara tahunan, kondisi ini terjadi karena ditopang mekanisme harga pasar yang diawasi oleh pemerintah.
Namun, sekalipun terkontrol tetapi sangat disadari jika ini merupakan proses pergerakan ekonomi untuk skala menengah ke bawah. Dalam level atas, pertumbuhan iklim investasi domestik Indonesia mengalami perlambatan yang seolah hanya melihat dan menunggu (wait and see) agar pasar besar menghampiri para pelaku usaha dalam negeri.
Keyakinan Usaha
Meskipun kepastian siapa yang akan melanjutkan estafet pemerintahan Indonesia sudah diketahui dan tinggal menunggu pelantikan. Namun secara faktual iklim investasi dalam negeri Indonesia diperkirakan masih lesu. Kondisi stabilitas politik domestik dinilai belum cukup aman menarik investor dalam semester I 2024 dan
investor bersikap wait and see atas banyaknya peluang usaha.
BACA JUGA: Hilirisasi Industri Bisnis Peternakan
Melambatnya pertumbuhan ekonomi karena kondisi perekonomian global yang tidak stabil ini ditandai perlambatan ekonomi hingga resesi ekonomi di sejumlah negara anggota G20.
Dalam sisi lain, kinerja investasi nasional masih belum memberi dampak pengganda (multiplier) bagi kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Indonesia perlu mendorong pertumbuhan investasi dan pembangunan berkualitas.
Tak hanya mengikuti segmentasi investasi popular yang diminati pangsa pasar dunia, tapi juga harus melihat pada kebutuhan sektor padat modal dan teknologi yang relatif diminati investor untuk mencapai efisiensi dan kualitas tertentu.
Selain itu, dibutuhkan terobosan ekonomi baru untuk menggerakkan ekonomi menuju cita-cita Indonesia maju.
Opsi investasi mana yang dimaksimalisasikan dalam penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dengan pertumbuhan lambat ataukah investasi yang padat teknologi tetapi pertumbuhannya cepat, menjadi fokus yang perlu dipikirkan pemerintah demi mendorong terus ritme pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.menjaga perdagangan dan tetap selaras dalam ekosistem usaha yang kondusif.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk dapat terus fokus dalam peningkatan investasi dalam negeri. Diantaranya melalui pertumbuhan investasi dalam negeri agar stabil dengan memamfaatkan jaringan pelaku usaha domestik untuk menanamkan modal di Indonesia, yang didukung dengan skema insentif dan kemudahan investasi sebagai daya tarik investasi antar wilayah nasional Indonesia.
BACA JUGA: Tindakan Afirmatif Ekonomi Negara
Peningkatan konsumsi rumah tangga untuk menopang pertumbuhan ekonomi cukup memberi tekanan yang besar bagi penyusunan roda keseimbangan investasi Indonesia.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sebesar 5,02% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan 4,47% (yoy) karena didorong oleh meningkatnya daya beli masyarakat akibat kenaikan upah minimum dan bantuan sosial pemerintah.
Termasuk juga potensi penurunan ekspor akibat ketidakstabilan ekonomi global khususnya dari mitra dagang asing, termasuk akibat tekanan deflasi
Cina.
Pengukuran ini sangat penting mengingat pemerintah harus memulai menjajaki pasar ekspor baru (diversifikasi mitra dagang) guna meningkatkan ekspor.
Artinya, kebijakan ekonomi Indonesia yang selalu melihat dan menunggu (wait and see) nyatanya memang sangat tergantung pada lancarnya penanaman modal asing.
Karena faktanya penanaman modal asing memiliki hasil yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penanam Modal Asing (PMA) juga memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal ini dikarenakan adanya peningkatan investasi asing yang berdampak pada meningkatnya produksi barang dan jasa yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
BACA JUGA: Nilai Utama Preferensi Ekonomi
Investasi asing atau PMA memberi dampak yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, harapannya negara Indonesia tidak memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap PMA.
Idealnya juga pemerintah memberi porsi ideal bagi investasi pelaku usaha dalam negeri. Karena jika investasi lokal dapat dibina dan dikembangkan secara produktif. Pada titik ini, insiatif kemajuan pertumbuhan ekonomi dapat dikembangkan secara matang.
Pembinaan investasi lokal kiranya berjalan jika pemerintah mampu secara konsisten menata sumber daya manusia tenaga kerja secara produktif.
Karena perlu digarisbawahi jika jumlah tenaga kerja di Indonesia memiliki hasil yang berpengaruh dalam hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia, maka diharapkan produktivitas dari tenaga kerja akan semakin meningkat sehingga ini
dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia tanpa harus selalu terpaku untuk melihat dan menunggu (wait and see) atas realitas yang terjadi secara global.
====
Penulis Analis , Konsultan dan Mahasiswa Doktoral Universitas Indonesia
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]