Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Peta politik Pilgub Sumatera Utara 2024 semakin menghangat menyusul dukungan Partai Kesejahteraan Sejahtera (PKS) kepada Bakal Calon Gubernur Sumut Bobby Nasution.
PKS yang selama ini mesra dengan Edy Rahmayadi, justru 'putus' di tengah jalan. Gubernur Sumut 2018-2023 itu pun harus rela 'diputuskan' PKS, partai besutan Ahmad Syaikhu itu.
Pengamat Politik Sumut, Rafriandi Nasution, mengatakan PKS yang mendukung Bobby Nasution, tak ubahnya ibarat untuk mendapatkan dampak politik besar di poros kekuasaan di tingkat nasional.
"Itu sebagai pancingan kecil, ibarat nelayan memakai umpan cacing. Tapi, mengharapkan ikan hiu. Sementara di kapal kita sudah banyak ikan, ikan gabus, ikan gembung, dan lain lain," kata Rafriandi kepada wartawan di Medan, Senin (5/8/2024).
Dengan mengusung Bobby Nasution di Pilgub Sumut, artinya PKS berharap diajak dan masuk dalam pemerintahan dibawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran nantinya.
"Saya bilang itu terlalu tergesa-gesa, ataupun memancing pakai cacing dengan berharap tangkapan hiu, artinya dengan mendukung Bobby berharap Prabowo-Gibran akan mengajak PKS masuk di koalisi pemerintahan," jelas Rafriandi.
Menurut Rafriandi, PKS seharusnya merawat simpati publik. Sebab selama ini PKS dikenal kritis terhadap jalannya pemerintahan Presiden RI Joko Widodo.
Seharusnya sikap kritis itu, tercermin juga terhadap pencalonan Bobby Nasution di Pilgub Sumut 2024, sebab Bobby, yang juga Wali Kota Medan itu, adalah menantu Presiden Jokowi.
Kemudian PKS merupakan salah satu yang menjagokan Paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) pada Pilpres di Februari 2024, dimana Edy Rahmayadi adalah Ketua TKD Amin di Sumut.
"Harusnya PKS bisa merawat simpati publik, kecintaan masyarakat dengan PKS itu sudah semakin tumbuh dan berkembang, apalagi dia bisa merawat hubungannya dengan mendukung Anies di Jakarta, itu memberikan pengaruh efek ke seluruh Indonesia," jelas Rafriandi.
Rafriandi melempar narasi ke publik, bahwa Edy Rahmayadi diduga tidak sanggup penuhi rekomendasi disampaikan PKS untuk pencalonan tersebut. Termasuk, sembilan poin dalam kesepakatan itu.
"Karena narasi-narasi yang dibangun PKS selama ini, tidak relevan lagi, setelah dia (PKS) mendukung Bobby," jelas Rafriandi, yang juga Akademisi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU)
Namun Rafriandi punya pandangan berbeda. Menurutnya Edy Rahmayadi, mantan Pangkostrad itu, bukan tidak sanggup memenuhi 9 butir proposal politik PKS.
Tetapi Edy Rahmayadi mengamankan terlebih dahulu penugasan PDIP untuk mencari calon wakil pendampingnya. Sebab tanpa berkoalisi, PDIP bisa mengusung sendiri calonnya di Pilgub Sumut 2024.
"Jadi, kemudian PKS tidak sabar, ini kan urusan pusat dengan pusat, artinya kalau PKS sabar, tinggal minta petunjuk dari Sekjen PDIP Hasto. Jadi ada ketidaksabaran PKS, padahal dalam Islam kan diajarkan bersabar, orang-orang yang sabar akan diberikan kemenangan," kata Rafriandi.
Pasca PKS mendukung Bobby Nasution, Rafriandi menyampaikan saran agar Edy Rahmayadi tetap fokus dengan PDIP dan sejumlah partai politik, yang belum menentukan sikap di Pilgub Sumut 2024 ini.
Rafriandi menilai bahwa Edy Rahmayadi memiliki infrastruktur pengalaman di Pilgub Sumut 2018 dan menjabat sebagai Gubernur Sumut periode 2018-2023. Hal itu, menjadi poin plus dimiliki dibandingkan Bobby Nasution masih berada di tingkat Kota Medan saja, dalam memimpin pemerintahan.
"Saya kira, pak Edy secara kalkulasi bisa menang, kenapa saya bilang menang?. Karena, Pak Edy sudah membentuk tim suksesnya sejak tahun 2018. Tim suksesnya itu ada di parpol dan di jaringan simpul-simpul masyarakat, kemudian dia terpilih jadi gubernur," sebut Rafriandi.