Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Dairi. Masyarakat penolak tambang PT Dairi Prima Mineral (DPM) masih menunggu hasil keputusan Mahkamah Agung Jakarta terkait gugatan kasasi yang mereka ajukan terkait persetujuan lingkungan yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Hal itu disampaikan kuasa hukum masyarakat Dairi, Judianto Simanjuntak yang juga mewakili sekretariat bersama tolak tambang saat konferensi pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Senin (5/8/2024).
"Gugatan kasasi yang diajukan masyarkat Dairi ke Mahkamah Agung berkaitan dengan keselamatan hidup yang kini terancam oleh aktivitas tambang seng dan timah hitam PT Dairi Prima Mineral (DPM)," kata Judianto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/8/2024).
Disebutkannya, Dairi merupakan kawasan yang rawan gempa karena dilalui oleh tiga jalur patahan gempa, yakni patahan Toru, Renun, dan Angkola.
"Kerawanan ini membuat Dairi tidak layak untuk ditambang, karena peristiwa gempa dapat menjadi bencana yang membahayakan nyawa masyarakat di sekitar lokasi tambang," ucapnya.
Menurutnya, Steve Emerman ahli hidrologi internasional dalam kajiannya terkait keberadaan PT DPM pernah mengatakan, bahwa rencana pertambangan yang diusulkan tidak tepat, karena berada di atas tanah yang tidak stabil dan lokasi gempa tertinggi di dunia.
"PT DPM adalah tambang yang akan mengakibatkan bencana jika diizinkan untuk dilanjutkan’’ ungkapnya.
Ihwal kerawanan tersebut, menurut Judianto, juga ditegaskan Majelis Hakim PTUN Jakarta yang menyatakan Kabupaten Dairi merupakan daerah rawan bencana, sehingga tidak layak untuk ditambang.
Selain itu, dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta menekankan Kecamatan Silima Pungga-pungga sebagai kawasan lahan sawah fungsional yang tidak dapat beralih fungsi, ditinjau dari pengaturan tata ruang Kabupaten Dairi.
"Majelis Hakim PTUN Jakarta juga menekankan perlunya menerapkan asas kehati-hatian untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan," terangnya.
BACA JUGA: Masyarakat Lingkar Tambang PT Dairi Prima Mineral Serukan Mahkamah Agung Tegakkan Keadilan
Dituturkannya, masyarakat Dairi dan warga perantauan dari Dairi sangat mengapresiasi putusan PTUN Jakarta tersebut. Tetapi, di tingkat banding, masyarakat Dairi dikalahkan Majelis Hakim PTTUN Jakarta dengan putusan membatalkan putusan PTUN Jakarta Nomor 59/G/LH/2023/PTUN.JKT.
"Saya menganggap putusan PTTUN Jakarta adalah keliru dan tidak mempertimbangkan keselamatan masyarakat serta kerusakan lingkungan yang akan terjadi sebagai dampak dari aktivitas pertambangan PT DPM," tuturnya.
Kekeliruan fatal lainnya, menurut Judianto, adalah putusan PTTUN Jakarta tersebut menyatakan PT DPM sudah melalui prosedur yang benar.
Padahal, berdasarkan fakta, penerbitan persetujuan lingkungan berupa dokumen kelayakan lingkungan hidup sama sekali tidak melibatkan masyarakat yang terdampak secara langsung, sehingga PT DPM tidak menjalankan prosedur yang benar.
Majelis Hakim PTTUN Jakarta juga keliru menyatakan masyarakat yang menggugat tidak memiliki kepentingan hukum, padahal masyarakat menggugat karena menjadi korban yang terdampak langsung aktivitas PT DPM.
"Atas kekeliruan putusan PTTUN Jakarta tersebut, masyarakat Dairi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI," terangnya.
Selanjutnya, Meike Inda Erlina selaku juru kampanye trend Asia dari koalisi bersihkan Indonesia mengatakan, konflik antara masyarakat Dairi dan PT DPM ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia masih mengedepankan ekonomi ekstraktif yang di ketahui dikuasai oleh swasta berskala besar dan menimbulkan krisis multidimensi.
Corak khasnya adalah sejak awal tidak ada pelibatan partisipasi masyarakat secara bermakna, prosesnya tidak transparan sehingga warga tidak mendapatkan informasi utuh mengenai proyek yang akan mengancam ruang hidup dan keselamatan masyarakat meskipun telah berulang kali meminta informasi tersebut,” ucapnya.
“Kami mendesak pemerintah, alih-alih terus mempertahankan ekonomi ekstraktif yang rakus, merusak lingkungan dan menambah ketimpangan," tuturnya.
"Pemerintah sebaiknya melakukan transformasi menuju ekonomi inklusif yang lebih berkeadilan dan dapat mengurangi ketimpangan multidimensi,” tambahnya.
Perlu diketahui bersama, bahwa gugatan kasasi yang diajukan warga Dairi terdaftar dengan nomor perkara 277/K/TUN/LH 2024. Menurut situs web Mahkamah Agung, perkara dengan nomor tersebut berada dalam tahap pemeriksaan oleh majelis.