Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Aksi para wakil rakyat dari partai-partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menyepakatinya revisi UU Pilkada, dinilai menimbulkan kegaduhan politik, tidak saja di tingkat pusat, namun juga sampai ke daerah.
Di sisi lain, PDI Perjuangan yang menolak revisi UU Pilkada itu, dinilai harus lebih jeli dalam menyikapi politik Pilkada serentak 2024, terutama dalam konteks memenangkan kontestasi calon kepala daerah yang diusung.
Salah satu yang mendesak dilakukan adalah merevisi ataupun membatalkan dukungan kepada para calon kepala daerah yang berkoalisi dengan KIM Plus pada Pilkada serentak 2024 di sejumlah daerah di Sumut.
"PDIP berpeluang besar mendapat dukungan dari rakyat akibat perlakuan kasar KIM Plus. Maka seluruh kerja sama yang sempat dibangun dengan Parpol anggota KIM Plus sebaiknya dibatalkan. Koalisi bersama rakyat lebih kuat dibanding koalisi dengan KIM Plus," kata kader PDI Perjuangan Sumut, Sutrisno Pangaribuan, di Medan, Minggu (25/8/2024).
Sutrisno, anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 itu mengatakan, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK), PDIP dengan syarat baru (10%, 8,5%, dan 6,5%) dapat mengusung sendiri pasangan calon di berbagai provinsi, kabupaten dan kota.
"Peluang tersebut harus diambil oleh PDIP meski harus berhadapan dengan KIM Plus. Koalisi bersama rakyat lebih kuat dibanding koalisi dengan KIM Plus," sebutnya.
Lebih lanjut Sutrisno menyebutkan, PDIP harus mengakui secara terbuka bahwa MK dan rakyatlah yang menyelamatkan PDIP. Tanpa MK dan rakyat, maka PDIP akan dihabisi dengan tidak memiliki mitra koalisi untuk memenuhi syarat lama (20%).
"Bahwa koalisi PDIP yang utama adalah rakyat pro demokrasi dan Parpol kecil (non parlemen) yang bukan anggota KIM Plus, dan tidak tersandera 'raja Jawa'. PDIP harus merangkul Partai Buruh, Partai Hanura, Partai Ummat, Partai Perindo, PPP, dan PKN," sebutnya.
Menurutnya, pasangan calon yang diusung oleh koalisi PDIP harus kongruen atau selaras. Pasangan calon gubernur/ wakil gubernur dengan calon bupati/ wakil bupati, walikota/ wakil walikota harus berada pada kubu yang sama.
"Selain untuk memudahkan sosialisasi, pun untuk menegaskan perbedaan antara koalisi rakyat dengan KIM Plus.
Tidak bermanfaat bagi PDIP mengusung dan mendukung calon kepala/ wakil kepala daerah kader Parpol anggota KIM Plus sekalipun berpeluang menang, mengusung kader sendiri jauh lebih bermanfaat bagi PDIP meskipun akhirnya kalah," ungkapnya.
Lebih lanjut, Sutrisno mengatakan,
untuk daerah yang tidak memenuhi syarat minimal jumlah kursi (10%, 8,5%, atau 6,5%) pun PDIP lebih baik mendukung calon yang maju lewat perseorangan (independen) daripada bekerjasama dengan KIM Plus.
"PDIP harus berubah dengan menjadi alat perjuangan rakyat. Sikap-sikap eksklusif dan gaya elitis harus dihilangkan. Rangkul dan peluk rakyat secara jujur dan terbuka. Sebab ketika PDIP membuka diri kepada semua kebutuhan dan kepentingan politik rakyat, maka PDIP akan mendapat kesetiaan dari rakyat," sebutnya.
"Dalam waktu singkat dan terbatas, PDIP perlu membuka akses kepada rakyat untuk memberi masukan nama- nama calon kepala/ wakil kepala daerah yang diusung PDIP, sehingga calon- calon yang dikehendaki oleh rakyat akan memiliki kesempatan ikut bertarung melalui PDIP," pungkasnya.