Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Medan. Sesuai dengan PP Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, pengusaha besar dan kecil harus memiliki posisi yang setara dalam bermitra. Untuk itu, dalam melakukan kemitraan pelaku usaha besar dilarang memiliki atau menguasai usaha menengah atau usaha kecil (UMKM) menjadi mitra.
Hal tersebut diungkapkan dalam Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas Pengawasan Kemitraan di Sektor Perkebunan Sawit yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tergabung di dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), di Hotel Santika Dyandra Medan, Rabu (6/3).
FGD tersebut menghadirkan narasumber di antaranya Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih, Kasi Penetapan Hak Tanah Dan Pemberdayaan Hak Tanah Masyarakat, Kantor Wilayah BPN Sumut Obed Milton Simamora, Sekretaris GAPKI Sumut Timbas Prasad Ginting dan praktisi hukum Rahmat Sorialam Harahap. Acara dipandu oleh Kepala KPPU Medan, Ramli Simanjuntak selaku moderator.
Guntur Syahputra Saragih mengatakan, tujuan FGD tersebut untuk membahas PP Nomor 39 Tahun 2014 yakni pengusaha besar dan kecil harus memiliki posisi yang setara dalam bermitra. "KPPU akan melakukan pengawasan, apakah dalam melakukan kemitraan pelaku usaha besar memiliki atau menguasai usaha menengah atau usaha kecil menjadi mitranya, hal tersebut yang dilarang," tegasnya.
Apabila terbukti terjadi pelanggaran, lanjutnya, KPPU dapat memberikan surat peringatan hingga memberikan sanksi terberat denda Rp10 miliar atau direkomendasikan untuk ditutup izin perusahaan. "KPPU tidak ingin ada usaha kecil dikuasai atau dikendalikan pengusaha besar sehingga pengusaha kecil mati atau tidak berkembang," tegasnya lagi.
Sementara Obed Milton Simamora menambahkan, Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, mewajibkan setiap perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan, seperti diatur dalam Pasal 58, Pasal 59 dan Pasal 60.
Namun di lapangan, pengaturan tersebut masih menimbulkan beberapa kendala dan permasalahan dalam implementasinya karena masih adanya ketidakpastian hukum, kerancuan dan multitafsir bagi para perusahaan, gubernur dan bupati/walikota serta pemangku kepentingan lainnya.
"Kondisi tersebut disebabkan antara lain, pengaturan dalam regulasi dan/kebijakan yang satu dengan lainnya masih inkonsisten, mekanisme pelaksanaannya belum diatur secara jelas dan tegas, dan perhitungan 20% masih belum jelas sehingga belum terdapat kesatuan pengaturan dan penafsiran yakni apakah perhitungannya berdasarkan dari luasan areal berdasarkan IUP atau HGU atau areal tertanam," ujarnya.
Sekretaris GAPKI Sumut Timbas Prasad Ginting menyampaikan, masih banyak kendala di lapangan dalam penerapan pola kemitraan dengan masyarakat. Satu di antaranya terkait areal kebun yang berada di wilayah hutan, sehingga tidak ada masyarakat yang dapat diajak bermitra. Persoalan yang lain adalah masih banyaknya pelaku usaha di sektor perkebunan sawit yang belum memahami tugas dan fungsi KPPU dalam mengawasi kemitraan. (sulaiman /irvan)