Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Medan. Difasilitasi
oleh Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), para pengusaha sawit
Indonesia dan pengusaha mekstraksi minyak nabati asal India sepakat
untuk mempromosikan berbagai aspek yang terkait dengan industri kelapa
sawit yang berkelanjutan.
Kedua belah pihak juga sedang menjajaki kemungkinan kerjasama perdagangan melalui pemerintahan masing-masing, termasuk usulan penurunan tarif bea masuk berbagai produk turunan sawit, termasuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Penjajakan kesepakatan itu dilakukan di antara kedua belah pihak dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Jalan Brigjen Katamso, Medan, Senin (25/3). Dari pihak Indonesia hadir Ketua Umum DMSI Derom Bangun, Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mustafa M Daulay, para penelitisi senior PPKS seperti Donald Siahaan, Akmal Agustira, Soeroso Rahutomo, Edy Suprianto, dan lainnya.
Turut hadir juga sejumlah aktifis dari Yayasan Solidaridad, sebuah NGO Indonesia yang concerned dalam pemberdayaan petani sawit swadaya, yang dipimpin oleh Violace Putri selaku Koordinator Program. Kemudian, hadir juga Willistra Danny selaku Asisten Deputi Kementerian Koordinator Perekonomian bidang Perkebunan dan Holtikultura.
Sementara dari pihak India berasal dari The Solvent Extractors' Association of India (SEA) yang dipimpin oleh Atul Chaturvedi selaku President Director, BV Mehta selaku Direktur Eksekutif, dan lainnya. SEA adalah sebuah asosiasi utama di India yang khusus terjun dalam perdagangan dan pengolahan seluruh jenis minyak nabati, termasuk minyak sawit.
Kata Derom, pihak DMSI, Solidaridad, dan SEA India sepakat untuk mempromosikan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), proses sertifikasi, atau GAP (Good Agriculture Practise) kepada petani sawit swadaya di Indonesia dan India. Kata Derom, India juga punya sertifikasi yang disebut dengan IPOS (India Palm Oil Sustainable).
Kata Derom, pihak SEA India yang berdiri sejak tahun 1963 juga sudah pernah datang ke Indonesia pada tahun lalu untuk menjajaki hal yang sama. "Kerjasama yang akan tercipta di antara kedua belah pihak sangat penting mengingat India adalah pasar yang sangat besar bagi Indonesia," kata Derom Bangun.
Sementara Atul Chaturvedi selaku President Director SEA of India menyebutkan asosiasi yang dipimpinnya terdiri dari 850 pengusaha minyak nabati. Mereka menilai penting dan punya kebutuhan yang tinggi terhadap minyak sawit Indonesia. Kata dia, setiap tahun India membutuhkan 9 juta ton minyak sawit.
"3 juta ton yang bisa dipasok Malaysia ke Indonesia, sementara 6 juta ton lagi kami beli dari Indonesia. Sawit menjadi pengikat bagi India dan Indonesia," kata Atul. Kata dia, secara nasional, India membutuhkan 23,5 juta ton minyak nabati, 15 juta di antaranya adalah impor.
Ia memahami ada kendala psikologis dalam perdagangan di antara Indonesia dan India, di mana tarif bea masuk yang dikenakan Indonesia terhadap minyak sawit Indonesia cukup tinggi. Atul mengatakan, bea masuk yang tinggi itu juga memukul industri pengolahan minyak nabati dalam negeri India.
Namun ia yakin hal ini bisa dibicarakan di antara kedua pemerintah. Ia memastikan India setiap tahun membutuhkan minyak sawit dalam jumlah besar. Apalagi di saat bersamaan minyak nabati nonsawit harganya semakin mahal. Pihaknya pun membutuhkan minyak sawit Indonesia sebagai upaya untuk mengampanyekan kebaikan-kebaikan kelapa sawit Indonesia yang selama ini selalu dikampanyekan negatif oleh pihak asing.
Willistra Danny selaku Asisten Deputi Kementerian Koordinator Perekonomian bidang Perkebunan dan Holtikultura menambahkan, problem bea masuk itu tetap menjadi perhatian kedua pemerintah. Namun untuk sementara waktu, ia menyebutkan pendekatan yang digunakan adalah B to B (business to business, antara pengusaha kedua negara). "Pendekatan saling butuh satu sama lain juga coba dikembangkan," kata Danny.
Dengan demikian, kata dia, akan tercipta mutual benefit dan mutual trust (saling menguntungkan dan saling percaya) di antara kedua belah pihak. Danny mengungkapkan, jika kelak pembicaraan di antara kedua pemerintah digelar untuk membahas bea masuk India itu, kemungkinan besar Indonesia akan menyodorkan impor daging kerbau dan gula dari India ke Indonesia sebagai bentuk negosiasi pengurangan bea masuk terhadap minyak sawit Indonesia.
Hal ini dilakukan karena memang selama ini Indonesia selalu surplus bila berdagang dengan India. "Perlu negosiasilah, supaya ada balance perdagangan di antara kedua belah pihak," tegas Willistra Danny selaku Asisten Deputi Kementerian Koordinator Perekonomian bidang Perkebunan dan Holtikultura. (hendrik hutabarat)