Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Lebih banyak piring dari nasi. Wah, akan ada yang "kelaparan" nih. Coba, tercatat 1.353 orang yang menjadi calon anggota legislatif (caleg) untuk DPRD Sumatera Utara (Sumut). Padahal, jumlah kursi yang diperebutkan hanya 100 kursi.
Sudah pasti 1.252 orang akan gagal menduduki kursi yang empuk itu. Maklum, innalillahi, ada seorang caleg yang meninggal dunia, yakni Saudara Surianda Lubis dari PKS pada 16 Januari lalu.
Belum lagi jumlah yang gagal meraih kursi DPRD di kabupaten-kota se Sumut dan DPR RI. Adapula 19 calon dari Sumut mengikuti kontestasi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang memperebutkan 4 kursi.
Yang lolos itu tentu bukan karena faktor keberuntungan belaka. Mereka sudah berjuang habis-habisan mengerahkan segala funds and forces. Waktu, pikiran, tenaga dan dana yang ditumpahkan tidak sedikit.
Namun tak berarti Pileg 2019 adalah proses bisnis. Jika beranggapan seperti itu, wah, celaka. Sebab yang dipikirkan setelah duduk di kursi wakil rakyat adalah bagaimana mengembalikan modal. Inilah benih-benih perbuatan korupsi yang tercela itu.
Menjadi wakil rakyat tentu saja berjuang demi kepentingan rakyat. Toh, sudah ada imbalan berupa uang kehormatan, dana sidang hingga ke berbagai tunjangan yang lumayan juga jumlahnya.
Bagi yang kalah tak usah kecewa. Tak perlu stres berkepanjangan, apalagi mengalami depresi kejiwaan sampai dirawat di RS Jiwa. Misalnya, akibat uang habis hingga ratusan juta rupiah selama proses hingga akhir pemilihan.
Kegagalan adalah pengalaman berharga. Semacam evaluasi diri. Mungkin, komunikasi politik Anda kurang mencekam. Program tidak populis. Pesaing lebih tangguh.
Lagi pula ketika mencalonkan diri, saya kira, sudah tersemat tekad, "siap menang siap kalah" mengingat ketatnya persaingan.
Anggap saja bagai pertandingan sepakbola. Ada yang kalah ada yang menang. Siapa tahu mungkin Anda gagal karena telah menunggu peluang lain, di mana Anda akan sukses. (Bersihar Lubis)