Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pemerintah yang diwakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah berhasil mencapai kesepakatan negosiasi dengan PT Freeport Indonesia.
Kesepakatan tersebut yakni, Freeport Indonesia sepakat melakukan divestasi 51% saham kepada pihak Indonesia, kedua Freeport Indonesia berkomitmen membangun smelter dalam 5 tahun sampai Januari 2022, atau 5 tahun sejak izin usaha pertambangan khusus (IUPK) keluar, selanjutnya Freeport Indonesia sepakat menjaga besaran penerimaan negara lebih tinggi dari rezim Kontrak Karya (KK).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam kesepakatan ini juga bukan hanya memberikan kepastian bagi Freeport Indonesia, melainkan kepastian juga untuk pemerintah Indonesia.
Kepastian untuk pemerintah Indonesia dalam hal penerimaan negara yang dipastikan besarannya lebih tinggi dibandingkan pada saat rezim KK.
"Kita juga sudah berikan tim untuk lihat UU perpajakan untuk bisa melihat apakah itu bisa memberikan kepastian, dan oleh karena itu menjawab pertanyaan untuk Freeport Indonesia menginvestasikan US$ 20 miliar maka mereka butuh kepastian, dan RI untuk bisa memberikan izin operasi yang diperpanjang kita juga membutuhkan butuh kepastian penerimaan, jadi dua-duanya memiliki kepentingan yang sama, yaitu kepastian," kata Sri Mulyani saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/8).
Masih diprosesnya terkait dengan ketentuan apa saja yang harus dipenuhi Freeport terkait dengan penerimaan negara, maka pihak Freeport juga bisa menyampaikan kepada seluruh shareholder-nya.
Dalam penerimaan negara, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai landasan hukum dan mengenai detailnya akan dilampirkan dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini mengaku masih enggan menyebutkan angka pasti terkait dengan penerimaan negara yang akan didapat usai diterbitkannya IUPK. Apalagi, induk beleid penerimaan negara berbeda.
"Masing-masing komposisi penerimaan negara ini memiliki induk UU berbeda, dalam UU minerba sendiri memberikan sebetulnya lebih keleluasaan dalam bentuk apapun bisa dinegosiasikan selama penerimaan negara lebih besar, kita gunakan lampiran itu untuk memberikan kepastian rezim fiskalnya," kata Dia.(dtf)