Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Nusa Dua. Perbankan saat ini dinilai masih enggan melakukan sekuritisasi aset kredit pemilikan rumah (KPR) yang dimilikinya di pasar modal. Padahal, langkah ini bisa digunakan dalam mencari sumber pendanaan penyaluran KPR dibanding hanya mengandalkan dana internal saja.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida mengatakan pihaknya akan mengkaji terobosan selain regulasi yang sudah ada saat ini untuk mendorong pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia sehingga dapat meningkatkan penyaluran KPR ke masyarakat.
"Ini perlu kami pikirkan, kira-kira terobosannya apa sehingga market bisa berkembang. Kita sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, investasi dan lainnya," katanya saat ditemui dalam acara Asian Fix Income Summit di Nusa Dua, Bali, Kamis (7/9/2017).
Pihaknya sendiri saat ini sudah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 20 tahun 2017 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi dalam Rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan yang merubah peraturan sebelumnya POJK Nomor 23 tahun 2014.
Dalam aturan tersebut, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) selaku BUMN yang mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan melalui sekuritisasi dan pembiayaan, bisa menahan lebih dari 10% dari total penerbitan efek beragun aset-surat partisipasi (EBA-SP) sebagai antisipasi apabila produk kurang diminati pasar.
"Kalau itu tidak diberikan kesempatan bagi issuer-nya untuk bisa hold lebih dari 10%, mereka bisa terhambat penerbitannya. Oleh karena itu dibolehkan lebih dari 10% dengan syarat mereka akan jual lagi. Itu bentuk dukungan OJK," tutur dia.
Sekuritisasi KPR sendiri kata dia bisa saja didorong seiring dengan penyediaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat bisa stabil sehingga penyaluran KPR juga bisa terus bergulir agar aset yang dilepas sepadan dengan yang didapatkan nantinya.
"Kalau market EBA-SP ini berkembang, kan dampaknya bisa lebih luas. Karena nanti bisa lebih banya perumahan yang disediakan yang affordable bagi MBR. Itu membuat kesejahteraan masyarakat dan kondisi kita lebih membaik karena rumah yang lebih baik pasti akan membuat masyarakat lebih produktif," jelas Nurhaida.
Sementara Dirut PT SMF, Ananta Wiyogo mengatakan, pihaknya akan terus menyediakan sumber pembiayaan sekunder bagi perbankan selain menyerap sekuritisasi yang diterbitkan oleh Perbankan lewat EBA-SP tadi.
Ia juga tidak menutup peluang pihaknya bisa mengeluarkan surat utang di luaar negeri seperti yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan sekunder perumahan lainnya di dunia. Selama ini, sekuritisasi yang dilakukan SMF masih dalam rupiah. Karena pendapatan SMF seluruhnya berasal dari rupiah.
"Perkaranya kan siapa yang bisa memprovide lindung nilai untuk jangka panjang. Dolar Amerika untuk jangka panjang siapa, dengan harga yang kompetitif. Kalau harganya enggak kompetitif, jatuhnya all in costnya kan juga lebih mahal," tutur dia.
Dengan melakukan penjualan surat utang di luar negeri, SMF mengkhawatirkan terjadinya miss match dalam pertukaran kurs mata uang, sehingga perlu ada lindung nilai atau hedging yang bisa menyediakan harga tetap kompetitif.
"Jadi misalnya obligasi dikeluarkan dalam bentuk dolar Amerika, dolar Singapura, Renminbi, dia bisa karena punya international rating yang hampir sama dengan country rating-nya. Jadi orang luar membelinya yakin. Even rate-nya dalam dalam dolar, tapi central bank nya memberikan lindung nilai sehingga bisa langsung di-swap currency-nya," pungkasnya. (dtf)