Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketua tim survei investigasi design (SID) cetak sawah Sumatera Utara (Sumut), Prof Abdul Rauf mengatakan, ada kekhawatiran bagi Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut untuk merealisasikan cetak sawah di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Mandailing Natal (Madina).
Kekhawatiran tersebut sangat beralasan, mengingat kondisi lapangan yang akan dibuat cetak sawah masih perlu pembenahan secara maksimal.
"Berdasarkan kesesuaian lahan yang kami survei di lokasi tersebut, didapat kelas kesesuaian lahan yakni S2 dan S3," kata Rauf kepada medanbisnisdaily, Sabtu (9/9/2017), di Medan.
S2 artinya cukup sesuai dan kedalaman air di bawah satu meter. Sedangkan S3 artinya sesuai marginal dengan kedalaman air berkisar satu hingga dua meter.
"Kesesuaian lahan untuk S1 dari yang kami SID memang tidak ada. S1 artinya sawah yang layak atau sangat sesuai," jelasnya.
Lokasi cetak sawah seperti yang direncanakan kata Rauf, 300 hektare berada di Tapsel dan 200 hektare di Madina. Lokasi yang berada di satu hamparan hanya dipisahkan oleh Sungai Batang Angkola.
Dari SID yang dilakukan itu, kata Rauf, pihaknya merekomendasikan untuk pengaturan air (water manajemen). Sumber air untuk irigasi kalau bukan lahan rawa dan untuk lahan rawa sendiri harus dibuat sistem folder atau lahan itu dibuat parit besar di tepi sungai.
"Kami sudah membuat gambaran untuk pintu-pintu air berapa luasnya, berapa banyaknya. Begitu juga dengan skema drainasenya juga sudah kami buat. Semua rekomendasi itu kami serahkan ke Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut," kata Rauf.
SID yang dilakukan itu, kata dia, menghabiskan waktu antara 4-5 bulan. "Hasil SID itu kami serahkan akhir tahun 2016 atau Desember 2016. SID dilakukan merupakan kerja sama Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut dengan USU. Dan, USU meminta saya sebagai salah satu dalam tim SID itu," kata Rauf.
Meskipun cetak sawah seluas 500 hektare itu tidak terealisasi, Rauf menyarankan agar pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten setempat dapat memberdayakan kearifan lokal yang ada di daerah itu.
Antara lain dengan memberdayakan masyarakat setempat dengan membentuk kelompok-kelompok tani untuk mengusahakan lahan tersebut.
"Karena dari pengamatan kami selama di sana, sudah ada masyarakat setempat yang mengelola lahan rawa yang ada di sana, dengan menanam jagung, padi dan sayuran-sayuran," kata Rauf.
Terhadap gambaran hasil yang dapati diperoleh andai cetak sawah itu terlaksana, menurut prediksi Rauf, bisa mencapai tiga ton per hektare gabah kering panen. Tetapi luasan lahan tidak lagi 500 hektare karena sudah habis terpangkas untuk membuat parit-parit untuk mengurangi air
Rencana Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membuka cetak sawah seluas 500 hektare di Sumatera Utara (Sumut) akhirnya gagal.
Alasannya, pertama, tidak ada dana untuk pembangunan saluran intake atau pengambilan air dari sungai ke lahan yang mau dicetak. Kedua, rencana cetak sawah berada di daerah rawa yang notabene setiap tahun pada waktu tertentu bisa banjir dengan ketinggian air hingga 1,5 meter.