Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Untuk memperdalam pasar keuangan, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan aturan terkait penerbitan surat berharga komersial atau commercial paper. Agar penerbitan bisa berkualitas, BI mengubah aturan yang sudah terbit sejak 1995 lalu.
Perubahan aturan, tertuang dalam PBI 19/9/PBI/2017 tentang penerbitan dan transaksi surat berharga komersial di pasar uang. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/52/KEP/DIR 11 Agustus 1995 tentang persyaratan penerbitan dan perdagangan surat berharga komersial.
Surat berharga komersial bertujuan sebagai alternatif pendanaan di pasar keuangan. Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah mengatakan commercial paper juga bertujuan untuk menambah instrumen di pasar keuangan.
"Ini untuk alternatif sumber pendanaan jangka pendek dari pasar uang selain kredit perbankan," kata Nanang dalam acara diskusi di gedung BI, Senin (11/9/2017).
Dia menambahkan, aturan ini juga diperlukan untuk memberikan kenyamanan bagi investor yang ingin berinvestasi di instrumen SBK. Kemudian, juga untuk mendorong percepatan proses pendalaman pasar keuangan melalui peningkatan jumlah variasi instrumen, sehingga mendukung transmisi kebijakan moneter.
Nanang menjelaskan, aturan ini untuk menyelesaikan masalah yang ada di pasar SBK Indonesia. "Dulu ketentuan BI pada 1995 terkait penerbitan dan perdagangan SBK hanya mengatur apabila dilakukan melalui bank umum di Indonesia," kata dia.
Dia menceritakan, pada 1995 penerbitan surat berharga harus dilakukan dengan pencetakan warkat sehingga terjadi banyak pemalsuan. Kini, penerbitan commercial paper akan dilakukan tanpa warkat atau scriptless.
Lalu, instrumen commercial paper ini juga dianggap korporasi kurang familiar di pasar keuangan domestik, sehingga jarang digunakan. Dia mencontohkan, penerbitan SBK yang pernah dilakukan salah satu BUMN pada 2005-2006 lebih banyak sebagai alternatif dari rencana penerbitan obligasi yang gagal karena pasarnya kurang mendukung atau daya serapnya rendah.
Sekarang, bagi perusahaan yang ingin menerbitkan SBK ini harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BI. Perusahaan adalah emiten saham atau pernah menerbitkan obligasi 5 tahun terakhir.
Jika bukan, maka harus memenuhi syarat lain seperti telah beroperasi minimal 3 tahun atau kurang dari 3 tahun sepanjang memiliki penjaminan atau penanggungan. Lalu memiliki ekuitas paling sedikit Rp 50 miliar dan menghasilkan laba bersih 1 tahun terakhir.
Perusahaan juga harus memiliki laporan keuangan wajar tanpa modifikasian (WTM) 3 tahun terakhir. Memiliki manajemen dengan rekam jejak yang baik, tidak pernah mengalami gagal bayar 3 tahun terakhir, memiliki pedoman penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
"Untuk penerbitan minimum Rp 10 miliar atau US$ 1 juta atau setara dengan valuta asing lainnya," ujar Nanang.
Lalu untuk jangka waktu tersedia dari 1, 3, 6, 9 atau 12 bulan. Lalu untuk pembelian, minimal Rp 500 juta atau US$ 50 ribu atau setara dalam valuta asing lainnya.
"Ketentuan terkait pendaftaran penerbitan surat berharga komersial oleh korporasi non bank mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2018," imbuh dia. (dtf)