Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Polisi akan meminta keterangan tokoh publik yang namanya disebut dalam laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal rekening Saracen. Namun, polisi sebelumnya akan mengkroscek lagi data PPATK.
"Jadi setelah kami konfirmasi lagi (hasil pemeriksaan PPATK) ke PPATK, baru kami akan mengklarifikasi ke orang-orang tersebut," jelas Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar, Kamis (21/9).
Irwan menjelaskan ada beberapa poin dalam hasil pemeriksaan yang perlu dicek lagi keakuratannya oleh polisi ke pihak PPATK. Namun, Irwan enggan menjelaskan isi poin yang perlu konfirmasi kembali.
"Ada beberapa item dari hasil koordinasi dengan PPATK, yang harus kami konfirmasi terlebih dahulu. Istilahnya mematangkan lagi. Saya tidak bisa jelaskan (poin yang dimaksud) karena masuk dalam materi penyidikan," ujar Anwar.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto sebelumnya mengatakan ada nama sejumlah orang dalam laporan hasil analisa (LHA) rekening Saracen. Setyo mengatakan penyidik akan segera meminta keterangan orang-orang tersebut.
"LHA dari PPATK sudah diterima. Ada menyebutkan nama-nama orang. Direktorat Siber akan segera menindaklanjuti, artinya orang-orang tersebut akan dimintai keterangan," kata Setyo di gedung Divisi Humas, Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (19/9).
Setyo enggan menyebut nama-nama orang, yang dalam laporan PPATK, terlibat aliran dana Saracen. Namun Setyo mengisyaratkan orang-orang tersebut dikenal masyarakat. "Disebut dalam LHA itu terkait dengan Saracen, maka harus diklarifikasi," sambung Setyo.
Polisi mengirimkan 15 rekening bank, dimana satu rekening milik Asma Dewi dan 14 lainnya dikuasai 4 tersangka Saracen, ke PPATK. Polisi juga sebelumnya menyatakan ada informasi aliran dana dari Asma Dewi ke Saracen sebesar Rp 75 juta. Dalam kasus ini, polisi menyebut 4 orang sebagai anggota kelompok Saracen yaitu Jasriadi, Muhammad Faisal Tonong, Sri Rahayu Ningsih dan MAH. (dtc)